Tukang Bangunan di Sigi Dibekali Keterampilan Membuat Rumah Tahan Gempa
Sebanyak 120 tukang bangunan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, dilatih membangun rumah tahan atau aman gempa. Rumah tahan gempa menjadi ”shelter” pertama bagi warga di negara rawan gempa bumi ini.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
SIGI, KOMPAS — Sebanyak 120 tukang bangunan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, dilatih membangun rumah tahan atau aman gempa, 2-4 Desember 2019. Rumah tahan gempa menjadi shelter pertama bagi warga di negara rawan gempa bumi ini.
Pelatihan yang diprakarsai Adventist Development and Relief Agency (ADRA) itu dilakukan di Desa Rogo, Kecamatan Dolo Selatan, Sigi. Para tukang kayu itu berasal dari enam desa, di antaranya Desa Rogo dan Desa Salua di Kecamatan Kulawi serta Desa Kaleke (Dolo Barat).
Ada beragam materi yang disampaikan dalam pelatihan itu. Di awal sesi, mereka terlebih dahulu mendengarkan pemaparan rumah tahan gempa yang disampaikan ahli gempa Teddy Boen. Ia menjelaskan rumah tahan gempa dengan balutan lapisan ferosemen.
Ferosemen merupakan rekayasa konstruksi dengan tambahan rajutan kawat di sisi luar dan dalam tembok atau dinding rumah. Kawat yang dipakai berdiameter 1 milimeter dan dirangkai atau dirajut berjarak 2 militer dari dinding.
Kawat lantas dikuatkan dengan paku payung besar. Setelah kawat dipasang, tembok atau dinding bata dicor dengan campuran semen, pasir, dan kerikil. Rumah yang dirancang tersebut tak bertiang. Yang diperkuat adalah temboknya dengan lapisan ferosemen.
Rumah tahan gempa dengan lapisan ferosemen itu sudah diuji coba di Jepang pada 2014. Saat diberi guncangan JMA Kobe 2g, rumah tak roboh. Sementara rumah lain tanpa lapisan ferosemen ambruk.
Setelah mendengarkan pemaparan, para tukang dibagi dalam tiga kelompok untuk mempraktikkan pembangunan rumah tahan gempa lapisan ferosemen. Satu kelompok memasang kawat di dinding tembok rumah contoh. Kelompok lain merajut kawat untuk ditempelkan pada tembok atau dinding rumah. Sedangkan satu kelompok lagi kebagian tugas membangun fondasi rumah dengan besi T terbalik.
Para tukang sangat bersemangat untuk mengikuti pelatihan tersebut. Fatlun (40), tukang bangunan di Desa Rogo, menyatakan, berdasarkan pengalaman selama ini, rumah yang dibangun tak memperhitungkan ketahanan gempa. ”Kami sebelumnya asal bangun saja rumah yang disesuaikan dengan keinginan pemiliknya,” kata Fatlun, Senin (2/12/2019).
Kami sebelumnya asal bangun saja rumah yang disesuaikan dengan keinginan pemiliknya. (Fatlun)
Kebanyakan rumah yang dibangun Fatlun dalam 10 tahun terakhir di Desa Rogo rusak sedang dan berat saat terjadi gempa pada 28 September 2018. Semuanya jadi bagian dari total kerusakan rumah akibat gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi, hingga 110.000 unit. Korban jiwa tak kurang dari 4.800 orang, termasuk karena tertimpa runtuhan rumah atau bangunan.
Fatlun mengatakan, tambahan lapisan ferosemen bakal memperlambat pengerjaan rumah. Namun, karena rumah tahan gempa menjadi tuntutan di daerah rawan gempa, hal itu tak menjadi masalah
”Kami senang karena diberi keterampilan. Ini juga yang akan kami sampaikan kepada calon pemilik rumah dalam bekerja nanti,” katanya.
Teddy menyatakan, untuk rumah rakyat, kekuatan utama ada di dinding atau tembok. Saat gempa terjadi, dinding itu pula yang mematikan penghuni rumah. Ferosemen memperkuat dinding tersebut agar tak roboh.
Tak hanya untuk rumah yang baru dibangun, rekayasa ferosemen juga bisa dipakai untuk memperkuat bangunan atau rumah yang sudah ada. ”Kalau tidak bisa satu rumah, bisa gunakan ferosemen secara bertahap, misalnya mulai dari kamar tidur. Setelah itu baru ruangan lainnya. Ini harusnya dilakukan di Indonesia karena rumah sekaligus shelter, tempat aman bagi penghuninya. Jangan pada saat gempa orang dijauhkan dari rumahnya,” ujar Teddy.
Teddy mengingatkan, bimbingan teknis konstruksi rumah tahan gempa harus menjadi prioritas. Langkah itu ditempuh agar masyarakat tak mengalami musibah sama di kemudian hari. Dia percaya, hal itu bisa membantu keuangan negara karena mampu mengurangi biaya rekonstruksi pascabencana.
Ia mengkritik munculnya belakangan model rumah tahan gempa, tetapi dikomersialisasikan. Seharusnya desain itu dikenalkan kepada warga secara gratis sebagai bagian dari usaha mitigasi bencana.
Manajer Proyek ADRA Samson menyatakan, para tukang nantinya akan diuji keterampilan memperkuat rumah yang telah dibangun. Itu sekaligus cara untuk menyosialisasikan konstruksi rumah dengan lapisan ferosemen kepada masyarakat agar menjadi pilihan untuk membangun rumah.