Mengawasi Penyaluran Dana Desa
Aturan penyaluran dan pengawasan dana desa dibuat cukup ketat. Munculnya desa fiktif menunjukkan impementasi regulasi di beberapa titik masih lemah dan membuka celah penyelewengan.
Dari sisi regulasi, aturan penyaluran dan pengawasan dana desa dibuat cukup ketat. Namun, impementasinya di beberapa titik masih lemah dan membuka celah penyelewengan. Masyarakat desa berperan penting dalam penyaluran dan pengawasan dana desa.
Anggaran dana desa yang dikucurkan terus meningkat. Pada awal implementasi kebijakan ini, yaitu pada 2015, Rp 20,8 triliun disalurkan ke desa-desa. Pada 2019, jumlahnya meningkat menjadi Rp 70 triliun.
Sejak 2015 sampai 2019 sekitar 74.000 desa menerima kucuran dana setiap tahun. Jika dirata-rata, pada 2019 saja, setiap desa menerima Rp 933,8 juta.
Dana desa tersebut merupakan dana yang bersumber dari APBN dan ditransferkan melalui APBD kabupaten atau kota. Sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, dana desa menjadi salah satu sumber pendapatan desa.
Dana desa akan disalurkan apabila pemerintah desa dan pemerintah daerah telah memenuhi syarat.
Setiap desa berhak menerima dana desa jika terdaftar dan memiliki kode wilayah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017. Daftar desa yang menerima dana desa diputuskan oleh Kementerian Dalam Negeri setelah memenuhi syarat seperti ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
Jumlah dana desa yang disalurkan kepada setiap desa berbeda-beda. Pengalokasian dana desa setiap kabupaten atau kota dilakukan dengan perhitungan penjumlahan alokasi dasar dengan alokasi formula.
Alokasi dasar adalah jumlah minimal dana desa yang diterima setiap desa. Jumlahnya adalah 90 persen anggaran dana desa dibagi jumlah desa secara nasional. Jumlah desa ditetapkan dalam Permendagri sesuai kode dan data wilayah administrasi pemerintahan.
Adapun 10 persennya berasal dari alokasi formula. Pertimbangan yang dihitung dalam alokasi formula terdiri atas empat aspek dengan bobot masing-masing. Keempat aspek itu ialah jumlah penduduk desa (25 persen), angka kemiskinan desa (35 persen), luas wilayah desa (10 persen), dan tingkat kesulitan geografis desa (30 persen).
Mekanisme penyaluran
Karena jumlahnya yang besar, penyaluran dana desa dilakukan dalam tiga tahap. Dana desa juga tidak langsung disalurkan ke desa. Dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN), dana desa ditransfer ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Kemudian, dari RKUD, dana desa disalurkan ke Rekening Kas Desa (RKD).
Tahap pertama dicairkan paling cepat bulan Januari dan paling lambat minggu ketiga Juni dengan besaran 20 persen. Memasuki bulan Maret, dana desa tahap dua mulai disalurkan dengan besaran 40 persen.
Tahap dua disalurkan paling lambat minggu keempat Juni. Terakhir, sebesar 40 persen dana desa disalurkan mulai Juli sampai maksimal minggu keempat Oktober. Penyaluran dilakukan maksimal tujuh hari setelah dana desa masuk ke RKUD.
Untuk mengawasi penggunaan dan penyalurannya, pemerintah pusat, yaitu Kementerian Keuangan, tidak semata-mata menggelontorkan dana desa tanpa persyaratan. Dana desa akan disalurkan apabila pemerintah desa dan pemerintah daerah telah memenuhi syarat. Persyaratan juga dibagi dalam tiga tahap sesuai jumlah tahap penyaluran dana desa.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145 Tahun 2018, pemerintah daerah (pemda) wajib membuat surat pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaraan Negara. Isi suratnya adalah pemda telah menyampaikan peraturan daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan. Selain itu, surat juga berisi peraturan bupati atau wali kota tentang tata cara pembagian dan penetapan rincian dana desa.
Kemudian, pada tahap dua, pemerintah harus mengumpulkan laporan realisasi penyaluran, konsolidasi realisasi penyerapan, dan capaian output dana desa tahun sebelumnya. Untuk mendapatkan tahap ketiga, laporan realisasi penyaluran, konsolidasi realisasi penyerapan, dan capaian output dana desa sampai tahap kedua tahun berjalan harus dikumpulkan.
Dana desa tidak akan ditransfer ke daerah jika syarat tersebut tidak terpenuhi. Contohnya, pada kasus April 2018, sebanyak 3.984 desa di 18 daerah belum menerima dana desa tahap pertama dengan total Rp 640 miliar.
Penyebabnya, pemerintah daerah belum memenuhi persyaratan berupa penetapan peraturan daerah tentang APBD dan/atau peraturan kepala daerah tentang rincian dana desa setiap desa.
Dalam kasus lain, penyaluran dana desa terhambat karena pemerintah desa tidak memenuhi persyaratan. Kasus di Papua pada April 2018 contohnya. Sebanyak 4.818 kampung di 25 kabupaten dan 1 kota belum menerima dana desa tahap pertama karena laporan pertanggungjawaban dana desa tahun 2017 belum selesai.
Artinya, penyaluran dana desa sebenarnya cukup ketat. Desa tidak akan menerima dana desa tahap pertama jika tidak menyerahkan peraturan desa mengenai APBDesa tahun berjalan.
Pun jika sudah menyelesaikan tahap pertama, pemerintah desa wajib menyerahkan laporan realisasi penyerapan dan capaian output dana desa tahun sebelumnya. Sampai di tahap ketiga, pemerintah desa wajib melaporkan realisasi penyerapan dan capaian output dana desa tahap kedua tahun berjalan. Itu pun jika realisasi penyerapan mencapai target minimal 75 persen dan capaian output minimal 50 persen.
Problem yang paling tampak selama ini adalah terlambatnya syarat-syarat yang dikumpulkan pemerintah desa. Tak heran jika penyaluran dan penyerapan dana desa menjadi terhambat.
Sampai 4 Oktober 2019, baru Rp 44,5 triliun atau 63,57 persen dari pagu dana desa tahap pertama sampai ketiga yang sudah disalurkan dari RKUN ke RKUD. Sementara itu, dari RKUD ke RKD, penyaluran dana desa masih 52,54 persen atau Rp 36,78 triliun.
Pengawasan
Proses pelaporan tersebut menjadi bagian dari pengawasan. Selain itu, seluruh pihak dari masyarakat desa hingga pemerintah pusat dilibatkan untuk mengawasi penyaluran, penyerapan, dan pelaporan dana desa.
Di tingkat pusat, fungsi pemantauan dan evaluasi dilakukan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Desa dan PDTT. Sementara pengawasan dana desa dilakukan oleh masyarakat desa, camat, badan permusyawaratan desa (BPD), aparat pengawas intern pemerintah (APIP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemerintah juga mengirimkan pendamping desa untuk membantu masyarakat dan aparat desa dalam mengurus dana desa. Sekitar 40.000 pendamping desa berperan mendampingi urusan administrasi dana desa. Mereka juga bertugas mendampingi pemberdayaan masyarakat dan penguatan desa (Kompas, 25 Oktober 2019).
Selain itu, ada Satgas Dana Desa yang bertugas mempercepat dan menjaga ketepatan penyaluran, penggunaan, serta pengelolaan dana desa. Masyarakat dapat melaporkan dugaan penyelewengan dana desa ke Satgas Dana Desa tersebut.
Dari semua aparat, masyarakatlah yang paling diandalkan dalam pengawasan. Masyarakat desalah yang secara langsung menyaksikan pemberdayaan, pembangunan, dan pengembangan desa. Apabila dirasa ada yang menyeleweng, mereka diharapkan aktif melapor.
Kasus desa fiktif yang baru-baru ini menjadi perhatian publik sebenarnya telah dilaporkan masyarakat di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Pada Januari 2019, Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara menyelidiki kasus aliran dana desa ke desa fiktif. Penyelidikan dilakukan karena adanya laporan masyarakat ke Polres Konawe.
Karena itu, masyarakat desa diharapkan aktif turut berpartisipasi mengawal dana desa. Melalui masyarakat desalah, pengawasan yang paling efektif berlangsung.
Selain itu, pemerintah daerah, mulai dari pemerintah kabupaten hingga kecamatan, hendaknya tidak meninggalkan tugasnya dalam mengawasi penyaluran dan serapan dana desa. Pemerintah tingkat kecamatan melalui Camat dengan jelas ditugaskan untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai satuan pemerintah yang paling dekat dengan desa. (Litbang Kompas)