Perkembangan kekuatan militer dan aktivitas China di beberapa benua menjadi alasan kekhawatiran NATO. Walakin, sebagian anggota NATO menganggap China bukan ancaman.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
LONDON, RABU — Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) secara terbuka mengakui menjadikan China sebagai fokus. Di sisi lain, aliansi trans-Atlantik itu juga tetap memperhatikan Rusia yang, ketika masih menjadi bagian Uni Soviet, merupakan alasan utama pembentukan persekutuan militer tersebut.
Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg mengatakan, China punya anggaran militer terbesar kedua di dunia. Anggaran China hanya kalah dari Amerika Serikat, salah satu anggota NATO. ”Ini bukan tentang memindahkan NATO ke Laut China Selatan. Ini untuk mengingatkan (pengaruh) China semakin dekat ke kita,” ujarnya di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi NATO, Rabu (4/12/2019), di London, Inggris.
KTT itu diselenggarakan bersamaan dengan peringatan 70 tahun pembentukan NATO. Awalnya, aliansi itu terdiri atas 12 negara yang bertujuan menangkal pengaruh Uni Soviet selama Perang Dingin. Kini, NATO terdiri atas 29 negara yang dua di antaranya berada di Amerika, yakni AS dan Kanada.
Ini untuk mengingatkan (pengaruh) China semakin dekat ke kita.
Stoltenberg menyoroti aktivitas China di Laut Arktik, Afrika, dan Eropa. Ia dan Presiden Perancis Emmanuel Macron sepakat, NATO harus menjalin dialog strategis dengan China. Beijing juga harus diikutsertakan dalam perjanjian pengendalian persenjataan di masa depan.
Diketahui, China tidak hanya mengembangkan persenjataan taktis. Dalam perayaan hari jadi ke-70, Beijing memamerkan persenjataan hipersonik dan rudal supersonik berhulu ledak nuklir. Jet hingga tank buatan sendiri juga dipamerkan dalam parade itu.
Berbeda pendapat
Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan, Eropa semakin memahami tantangan akibat perkembangan kekuatan militer China. ”Beijing adalah tantangan strategis dan kita harus mengunggulinya. Kini, China bukanlah musuh. Walakin, kita perlu bersatu dan bersiap seandainya mereka melakukan hal yang tidak kita inginkan,” ujarnya.
Sejumlah diplomat NATO tak sependapat dengan Esper. ”Beberapa anggota mungkin tergoda untuk menyenangkan Trump dan mempersembahkan China sebagai musuh NATO berikutnya. Namun, sebagian besar Eropa tahu bahwa isu itu bukan kepentingan nasional mereka,” ujar salah seorang diplomat yang tidak mau diungkap identitasnya.
China adalah kekuatan yang bangkit di abad ke-21.
Diplomat lain malah tak yakin China akan menjadi musuh NATO. ”China bukan Rusia baru. Ini bukan tentang menyatakan China sebagai musuh baru. China adalah kekuatan yang bangkit di abad ke-21,” kata diplomat yang juga menolak identitasnya diungkap dalam isu sensitif itu.
Bagi sejumlah pakar, justru Rusia yang masih tetap harus diperhatikan. ”Rusia akan menjadi gangguan bagi NATO dalam 10 tahun atau 20 tahun ke depan. Walakin, mereka tak akan menjadi penantang strategis, kecuali kita biarkan,” kata pakar pertahanan Inggris, Michael Clarke, kepada BBC.
Rusia memanfaatkan kelemahan Barat untuk mencapai tujuannya. ”Jika Barat tak kompak menghadapi ancaman ini—yang sayangnya bagi saya mereka (Barat) seperti itu (tidak kompak) sekarang—Rusia akan berperan penting di masa depan,” katanya.
NATO memang memperlihatkan perpecahan pada sejumlah isu dalam beberapa waktu terakhir AS berselisih dengan para mitranya di NATO soal anggaran pertahanan. Washington ingin belanja pertahanan setiap anggota NATO minimum 2 persen produk domestik bruto setiap negara.
Dari 29 anggota NATO, hanya sembilan yang memenuhi hal itu. Presiden AS Donald Trump memprotesnya dan mengatakan AS menanggung beban terlalu besar untuk keamanan Eropa.
Namun, Stoltenberg menyatakan, anggaran pertahanan NATO terus meningkat. ”Kami membuat kemajuan soal pembagian beban,” ujarnya.
Ia mengatakan, Kanada dan Eropa telah menambah anggaran pertahanan 130 miliar dollar AS sejak 2016. Pada 2024, angkanya akan mencapai 400 miliar dollar AS.
Kami membuat kemajuan soal pembagian beban.
Isu lain yang diperselisihkan adalah sikap Turki. Ankara membeli sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia. Langkah itu dinilai mengancam rahasia persenjataan NATO. Integrasi persenjataan buatan Rusia dengan persenjataan buatan NATO yang dipakai Turki membuka peluang ancaman itu. ”S-400 tidak akan pernah diintegrasikan dengan persenjataan NATO,” kata Stoltenberg.
Turki juga dinilai melemahkan upaya NATO memerangi teroris. Tudingan itu berpangkal dari keputusan Turki menginvasi wilayah Suriah yang dikendalikan Kurdi. Dalam perang melawan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), NATO bermitra dengan Kurdi.
Ankara berkeras, sebagian milisi Kurdi adalah teroris. Turki meminta Eropa menetapkan mereka sebagai organisasi teror. Jika tidak, Ankara tidak mau mendukung rencana pertahanan NATO di Baltik.
Esper mengatakan, perbedaan pendapat di NATO biasa saja. ”Saya tak ingat kapan masa di mana tidak ada perbedaan di antara sesama anggota. Kalau ada sedikit ketegangan, ini karena kita sedang di masa transisi untuk memastikan aliansi menatap masa depan,” katanya.