Tantangan Besar Sprinter Indonesia di Final 200 Meter
Tiga sprinter Indonesia, Eko Rimbawan, Joko Kuncoro Adi, dan Alvin Tehupeiory, memiliki tantangan besar untuk meraih medali pada final nomor 200 meter. Mereka bukan unggulan karena catatan waktu lawan jauh lebih baik.
Oleh
Adrian Fajriansyah dari New Clark City, Filipina
·4 menit baca
NEW CLARK CITY, KOMPAS — Para pelari Indonesia patut bekerja keras jika ingin meraih medali pada final 200 meter putra dan 200 meter putri SEA Games 2019 di Stadion Atletik, New Clark City, Filipina, Sabtu (7/12/2019). Sebab, catatan waktu Eko Rimbawan dan Joko Kuncoro Adi di penyisihan 200 meter putra serta Alvin Tehupeiory di penyisihan 200 meter putri jauh tertinggal dari tiga besar pelari di babak penyisihan masing-masing.
Pada babak penyisihan pertama, Joko sejatinya tampil cukup optimal. Dia berhasil duduk di peringkat kedua penyisihan dengan catatan waktu 21,66 detik. Catatan waktu tersebut memecahkan rekor pribadinya yang dicetak pada Kejuaraan Nasional Atletik 2019, yakni 21,80 detik.
Eko juga cukup baik ketika tampil di penyisihan kedua. Walau tidak memecahkan rekor pribadi, Eko duduk di peringkat ketiga penyisihan dengan waktu 21,65 detik.
Namun, kedua pelari Indonesia itu cukup berat untuk meraih medali pada babak final yang berlangsung Sabtu malam ini. Secara keseluruhan, Eko hanya berada di urutan keempat dan Joko di urutan kelima dari delapan pelari yang lolos ke final nomor tersebut.
Catatan waktu mereka tertinggal jauh dari tiga besar pelari yang lolos ke final. Peringkat pertama yang lolos ke babak final adalah pelari Thailand, Siripol Punpa, dengan waktu 21,05 detik. Peringkat kedua juga diisi pelari Thailand, Chayut Khongprasit, dengan waktu 21,08 detik, dan urutan ketiga pelari Malaysia, Russel Aleksander Nasir Taib, dengan waktu 21,40 detik.
Eko boleh jadi punya potensi meraih perunggu jika bisa mengulangi catatan waktu terbaiknya di 200 meter, yakni 21,26 detik, ketika tampil pada Kejurnas 2019. Dengan syarat, Russel gagal mengulangi catatan waktu terbaiknya, 20,77 detik, yang dibuat pada 23 Maret 2019 di Brisbane, Australia.
Untuk mengejar Siripol cukup berat. Sebab, pelari berusia 20 tahun itu punya catatan waktu terbaik 20,76 detik yang dibuat pada 25 Juli 2019 di Erzurum, Turki. Sementara itu, mengejar Chayut juga berat jika dia bisa mempertahankan catatan waktu pada babak penyisihan tersebut.
Pelatih kepala sprint PB PASI, Eni Nuraini, mengatakan, tanpa pelari andalan Lalu Muhammad Zohri, langkah tim atletik Indonesia di SEA Games 2019 untuk meraih emas di nomor sprint 100 meter ataupun 200 meter cukup berat.
Rekor para pelari yang ada sekarang, yakni Mochammad Bisma Diwa dan Adit Rico Pradana di 100 meter serta Eko Rimbawan dan Joko Kuncoro Adi di 200 meter, masih tertinggal jauh dari para pesaingnya.
”Sejak awal, saya memang hanya menargetkan mereka bisa mencapai personal best saja dulu. Kalau mereka bisa meraih medali, itu adalah bonus,” ujar Eni.
Kurang pengalaman
Eko dan Joko juga kurang berpengalaman dalam lomba 200 meter. Eko baru tiga kali turun di 200 meter, yakni Asian Games 2018, Kejurnas 2019, dan SEA Games 2019. Adapun Joko baru dua kali berlomba di 200 meter, yakni Kejurnas 2019 dan SEA Games 2019.
”Sejatinya, spesialisasi kami adalah 100 meter dan estafet 4 x 100 meter putra. Turun di 200 meter ini untuk mengisi kekosongan Zohri. Jadi, kami tidak diberi target muluk-muluk. Paling tidak, kami bisa memecahkan rekor pribadi dulu,” tutur Eko.
Pada kategori putri, dalam penyisihan pertama 200 meter, Alvin berada di peringkat kedua dengan waktu 24,09 detik. Secara keseluruhan, Alvin berada di urutan keempat dari delapan pelari yang lolos ke final. Tiga pelari di atasnya, yakni pelari Filipina, Kristina Marie Knott, di urutan pertama dengan waktu 23,07 detik; pelari Vietnam, Tu Chinh Le, di urutan kedua dengan waktu 23,61 detik; dan pelari Singapura, Shanti Veronica Pereira, di urutan ketiga dengan waktu 23,94 detik.
Alvin hanya punya harapan meraih perunggu jika bisa mengulangi catatan waktu terbaiknya, yakni 23,76 detik, yang dibuat pada Kejurnas 2019. Namun, sama dengan Eko, potensi perunggu itu dengan syarat. Syaratnya adalah Shanti gagal mengulangi catatan waktu terbaiknya, 23,60 detik, yang dibuat pada 10 Juni 2015 di Singapura.