Pemberhentian sementara Direktur Utama TVRI merupakan puncak dari konflik di TVRI selama ini. Kementerian Komunikasi dan Informasi siap menjembatani untuk menyelesaikan konflik antara Dewan Pengawas dan Direksi TVRI.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
Kementerian Komunikasi dan Informasi siap menjembatani untuk menyelesaikan konflik antara Dewan Pengawas dan Direksi TVRI.
JAKARTA, KOMPAS — Kisruh manajemen di tubuh Lembaga Penyiaran Publik TVRI yang berujung dengan pemberhentian sementara Direktur Utama TVRI Helmy Yahya akan diselesaikan secara internal. Sesuai pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI, Helmy memiliki waktu satu bulan untuk menyampaikan pembelaan diri secara tertulis.
Dua hari setelah turunnya Surat Keputusan Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penetapan Non Aktif Sementara dan Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama LPP TVRI Periode 2017-2022, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate langsung bertemu secara terpisah dengan jajaran Dewan Pengawas (Dewas) TVRI dan Direksi TVRI, Jumat (6/12/2019).
“Saya telah bertemu dengan Dewas TVRI sebelum shalat Jumat dan dengan Direksi TVRI setelah shalat Jumat. Saya berharap agar penyelesaian masalah manajemen TVRI diselesaikan secara internal di lingkungan TVRI dan tidak dibawa ke ranah publik,” ucap Johnny di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta.
Pasal 19 PP Nomor 13 Tahun 2005 memang mengatur bahwa Dewan Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Dewas. Proses pemberhentian dilakukan secara bertahap, yaitu dengan memberi kesempatan kepada Direksi untuk menyampaikan pembelaan diri secara tertulis dalam jangka waktu sebulan sejak pemberitahuan tertulis tentang rencana pemberhentiannya. Adapun, selama rencana pemberhentian masih dalam proses, maka anggota Direksi yang bersangkutan dapat melanjutkan tugasnya.
Setelah itu, Dewas mempunyai kesempatan selama dua bulan berikutnya untuk meneliti pembelaan dan jawaban Direksi apakah alasan-alasannya memadai dan dapat diterima. Apabila dapat diterima, maka dengan sendirinya Dewas bisa membatalkan pemberhentian.
Namun, apabila Dewas merasa alasannya tidak bisa diterima, maka Dewas memiliki kewenangan untuk memberhentikan Direksi secara permanen. Sementara itu, jika dalam waktu dua bulan Dewas tidak mengambil tindakan atas jawaban direksi, maka secara otomatis pemberhentian itu menjadi batal.
Direksi masih tetap menjabat sampai proses pemberhentian ditetapkan secara formal.
“Pemberhentian Direksi dengan pengangkatan Pelaksana Tugas Harian Direksi selama ini tidak diakui secara spesifik dalam Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu, Direksi masih tetap menjabat sampai proses pemberhentian ditetapkan secara formal. Masalah ini sebaiknya diselesaikan terlebih dulu di keluarga besar TVRI. Kominfo siap menjembatani,” kata Johny.
Masalah lama
Menurut Johnny, kisruh di TVRI bukanlah persoalan baru tetapi masalah lama yang pada akhirnya berpuncak sekarang. Menkominfo sendiri telah mendengarkan secara langsung penjelasan dari kedua belah pihak secara terpisah, namun persoalan utama dari kisruh internal itu tidak disampaikan ke publik karena masalah tersebut akan diselesaikan secara internal di TVRI terlebih dulu.
Kisruh di TVRI bukanlah persoalan baru tetapi masalah lama yang pada akhirnya berpuncak sekarang.
“Tugas-tugas pokok TVRI begitu besar. Jangan sampai perbedaan pendapat di antara Dewas dan Direksi mengakibatkan kebuntuan manajemen TVRI. TVRI mesti tetap beroperasi untuk menyiarkan pemberitaan dan menyampaikan hak-hak publik. TVRI harus bisa membenahi dirinya untuk menghadapi tantangan zaman, seperti perubahan teknologi yang semakin cepat, persaingan di antara stasiun televisi, dan perkembangan platform maupun aplikasi digital,” kata dia.
Kementerian Kominfo berupaya menjembatani konflik internal TVRI setelah mendengarkan berbagai masukan. Di sisi lain, Kominfo juga memiliki kepentingan untuk memastikan nasib Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Kominfo yang ditempatkan di TVRI. Saat ini, sekitar 60 persen karyawan TVRI merupakan ASN Kementerian Kominfo.
Dalam surat tanggapannya kepada Dewas, Kamis (5/12/2019), Helmy Yahya menyebut bahwa dasar rencana pemberhentian oleh Dewas kepada dirinya tidak memenuhi satupun poin pada pasal 24 ayat (4) PP Nomor 13 Tahun 2005. Pasal tersebut mengatur, anggota dewan direksi dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya apabila: tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; terlibat dalam tindakan yang merugikan lembaga; dipidana karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
Dalam PP Nomor 13 Tahun 2005 juga tidak ditemukan istilah “penonaktifan” seperti yang disebut dalam surat Dewas.
Menurut Helmy, dalam PP Nomor 13 Tahun 2005 juga tidak ditemukan istilah “penonaktifan” seperti yang disebut dalam surat Dewas. Kalaupun ada pelanggaran terhadap Pasal 24 ayat (4), maka ketentuannya sudah diatur dengan jelas dalam PP. Karena itulah, Helmy menyatakan dirinya masih tetap sebagai Direktur Utama TVRI periode 2017-2022 bersama lima anggota Direksi.
Sementara itu, Ketua Dewas TVRI Arief Hidayat Thamrin mengatakan, Dewas memberi waktu kepada Direktur Utama (Dirut) TVRI untuk menjawab Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian sesuai aturan PP Nomor 13 Tahun 2005. “Kami menunggu jawaban resmi Dirut dalam sebulan ke depan,”ucapnya.