Sejumlah pengurus PPP kubu Humphrey Djemat hadir saat Musyawarah Kerja Nasional V PPP di Jakarta, Sabtu (14/12/2019). Saat Muktamar IX PPP, kepengurusan PPP disebut akan kembali menjadi satu.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Persatuan Pembangunan atau PPP masih membuka pintu bagi kubu Humphrey Djemat untuk bergabung. Konflik berkepanjangan sejak 2014 harus diakhiri jika PPP ingin bangkit. Akibat konflik, raihan suara PPP pada Pemilu 2019 mencapai titik terendah sejak partai itu pertama kali mengikuti pemilu, tahun 1977.
Sikap PPP di bawah kepemimpinan Suharso Monoarfa yang masih membuka pintu bagi kubu Humphrey itu, setidaknya terlihat saat Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) V PPP, di Jakarta, Sabtu (14/12/2019).
Saat mukernas, sejumlah pengurus PPP hasil Muktamar Jakarta yang kini dipimpin Humphrey Djemat terlihat hadir, seperti Sudarto, Sekretaris Jenderal PPP hasil Muktamar Jakarta, dan Yunus Razak.
Mereka tiba sejak pembukaan mukernas dan diterima oleh pengurus PPP penyelenggara mukernas. Untuk diketahui, mukernas ini diselenggarakan oleh kepengurusan PPP hasil Muktamar PPP Pondok Gede, tahun 2016.
Penerimaan itu setidaknya diperlihatkan oleh Ketua Panitia Pengarah Mukernas V PPP Achmad Baidowi.
Dalam sambutannya, ia secara khusus menyapa Sudarto di hadapan hadirin. Selain peserta mukernas dari 34 dewan pimpinan wilayah, hadir pula saat acara pembukaan, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
”Tak lupa juga kami menyapa sahabat yang dari ujung sana kelihatan, Bapak Sudarto. Silakan berdiri, Pak. Beliau selama ini menyebut sebagai Sekretaris Jenderal PPP yang lain, alhamdulillah sudah bertemu di mukernas ini,” kata Baidowi.
Menanggapi itu, Sudarto lantas berdiri, disusul riuh tepuk tangan dan senyum peserta mukernas.
Catatan Kompas, konflik internal di PPP terjadi pada 2014 atau setelah Suryadharma Ali mundur dari jabatan Ketua Umum PPP pasca-penetapan dirinya sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Selanjutnya, PPP terbelah menjadi kubu Suryadharma Ali dan Romahurmuziy. Kubu Romahurmuziy terlebih dahulu menggelar Muktamar PPP di Surabaya, dengan keputusannya menetapkan Romahurmuziy sebagai Ketua Umum PPP. Setelah itu, giliran kubu Suryadharma Ali menggelar Muktamar PPP di Jakarta dan menetapkan Djan Faridz sebagai Ketua Umum PPP.
Akibatnya, muncul kepengurusan ganda PPP. Masing-masing kubu saling mengklaim yang paling benar. Tak sebatas itu, mereka kemudian saling menggugat di pengadilan.
Pada 2016, diupayakan islah melalui Muktamar PPP yang digelar di Pondok Gede, Jakarta. Dari muktamar itu, dihasilkan kepengurusan yang pengurusnya representasi dari kedua kubu yang bertikai, yaitu kubu Muktamar PPP Jakarta dan Surabaya. Meski demikian, konflik tak juga usai. Djan Faridz menolak hasil Muktamar Pondok Gede.
Menjelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, konflik itu kembali tampak di permukaan. PPP kubu Djan Faridz mendukung calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, sedangkan PPP kubu Romahurmuziy mendukung kompetitornya, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, yang kemudian terpilih pada Pilpres 2019.
Konflik juga tak usai sekalipun Djan Faridz kemudian digantikan oleh Humphrey Djemat, sementara Romahurmuziy digantikan oleh Suharso Monoarfa karena ditangkap tangan korupsi oleh KPK.
Akibat konflik tersebut, raihan suara PPP di Pemilu 2019 turun, dari 6,53 persen pada 2014 menjadi 4,52 persen pada 2019. Raihan tersebut merupakan yang terendah sejak PPP pertama kali mengikuti Pemilu 1977.
Sudarto mengatakan, kedatangannya di Mukernas V PPP merupakan simbol islah dua faksi di PPP yang pecah sejak empat tahun lalu. Baginya, perdamaian merupakan keniscayaan demi masa depan partai.
”Hasil Pemilu 2019 itu peringatan buat kami semua. Semua kader PPP ditegur, sudah saatnya kami harus memikirkan PPP ke depan supaya lebih baik. Merapatkan barisan untuk membesarkan PPP menjadi kewajiban kami semua,” tuturnya.
Hasil Pemilu 2019 itu peringatan buat kami semua. Semua kader PPP ditegur, sudah saatnya kami harus memikirkan PPP ke depan supaya lebih baik.
Meski tak hadir bersama dengan Humphrey Djemat, ia menyebut kehadirannya sudah bisa jadi representasi dari keinginan untuk rekonsiliasi. Humphrey disebutnya tidak bisa datang karena ada urusan lain.
Sudarto mengungkapkan, sudah ada pembicaraan, baik di kalangan internal kubu Muktamar Jakarta maupun dengan Suharso. Dalam pembicaraan itu, semua pihak sepakat untuk kembali bersatu menjadi satu kepengurusan tanpa syarat apa pun. Persatuan ini akan terwujud saat Muktamar IX PPP mendatang.
”Kalau mau islah, ya, harus lahir dari hati yang ikhlas, dengan niat tulus untuk membesarkan PPP, tanpa syarat apa pun. Kecuali syaratnya adalah bagaimana PPP kembali bangkit dan besar, siap menyongsong Pemilu 2024,” ujar Sudarto.
Momentum
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengapresiasi kedatangan Sudarto dan Yunus. Panitia penyelenggara mukernas memang mengundang pengurus PPP hasil Muktamar Jakarta.
”Kami terbuka pada semuanya. Hanya saja, ada beberapa tokoh yang berhalangan hadir hari ini,” ucap Arsul.
Baidowi yang juga menjabat Wakil Sekretaris Jenderal PPP mengatakan, penyelenggaraan Mukernas V PPP merupakan momentum pembuktian kepada publik. Bukti bahwa perpecahan sebenarnya sudah dituntaskan pada Muktamar Pondok Gede 2016, ditambah dengan pengakuan secara legal formal dari negara untuk hasil muktamar itu.
Kami ingin bersatu. Tidak ada yang terpecah-pecah.
Dewi Maya, Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kota Palembang, Sumatera Selatan, mengatakan, PPP merupakan keluarga besar yang telah dibangun lebih dari 40 tahun. Dia berharap, ke depan, tak ada lagi perpecahan karena perpecahan terbukti berdampak buruk pada partai.
”Kami ingin bersatu. Tidak ada yang terpecah-pecah,” kata Dewi.
Dalam Mukernas V PPP, salah satu agendanya akan membahas rencana Muktamar IX PPP. Muktamar yang agenda utamanya pemilihan ketua umum PPP untuk periode selanjutnya kemungkinan bakal digelar sebelum April 2020.