Virus Berbagi Berkah dari Warung Sedekah...
Saat sebagian manusia saling menyikut demi kejayaan, Warung Sedekah di Kabupaten Temanggung memberi pesan untuk saling berbagi. Tak saja membantu kebutuhan makan, warung ini menebar virus sedekah pada lebih banyak orang.
Saat sebagian manusia saling menyikut demi kejayaan, Warung Sedekah di sudut Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, memberi pesan untuk saling berbagi. Tak hanya membantu kebutuhan pangan warga berpenghasilan rendah, warung ini juga menjadi virus bagi banyak orang untuk kembali memiliki semangat berbagi.
Suatu siang, medio November 2019, saat jam makan siang tiba, banyak orang mulai berdatangan di Warung Sedekah, Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Dengan semringah, mereka menyodorkan piring dan menunggu pegawai warung menaruh nasi beserta lauk-pauk. Untuk semua yang dimakan, mereka cukup membayar Rp 2.000.
Siang itu, menu makanan adalah nasi, oseng-oseng daun papaya, dan ikan tongkol. Semua makanan telah disiapkan dalam baskom-baskom besar yang ditata berderet. Di sebelah deretan baskom, terdapat kaleng besar kerupuk dan ratusan gelas air mineral.
Berbeda dengan warung makan pada umumnya, di ujung tempat makanan tidak terdapat mesin hitung. Tak ada juga pegawai menjalankan tugas sebagai kasir. Setelah menerima piring dan mengambil makanan, tiap pelanggan cukup memasukkan sejumlah uang ke dalam stoples kaca.
Transaksi pembelian makanan di Warung Sedekah hanya mensyaratkan satu hal, yaitu keikhlasan.
Di setiap sudut Warung Sedekah, terpampang tulisan bahwa untuk makan dan minum, pelanggan cukup membayar uang Rp 2.000. Meski demikian, di stoples kaca tadi, di antara lembaran uang kertas Rp 2.000, Rp 1.000, dan banyak kumpulan uang logam, juga terdapat lembaran Rp 5.000, Rp 10.000, hingga Rp 50.000.
”Terkadang, ada pula pelanggan yang memberi uang Rp 100.000,” ujar Yana, salah seorang pegawai di Warung Sedekah.
Karena stoples kaca itu dimaksudkan sebagai kotak sedekah dan warung ini tidak melayani mekanisme pengembalian uang, transaksi pembelian makanan di Warung Sedekah hanya mensyaratkan satu hal, yaitu keikhlasan.
Baca juga: Tularkan Virus Berbagi
Meski ada yang memberi lebih, menurut Yana, ada pula pengunjung yang tak membayar. Namun, membayar ataupun tidak, dan berapa pun jumlah yang dibayarkan, siapa pun tetap diperbolehkan makan. Bahkan, dipersilakan menambah nasi dan lauk sesuka hati.
Setiap hari uang yang terkumpul dalam stoples tak banyak, hanya berkisar Rp 60.000-Rp 70.000. Paling banyak pernah mencapai Rp 130.000. Uang tersebut dialokasikan untuk operasional warung sehari-hari meski seringnya tak mencukupi kebutuhan belanja.
Membantu warga
Keberadaan Warung Sedekah sangat membantu kebutuhan makan warga berpenghasilan rendah. Di antaranya Ratminah (69), warga Desa Mungseng, Kecamatan Tlogomulyo. Makan di warung tersebut menjadi pilihan paling tepat bagi dirinya yang hanya pekerja rumah tangga dengan upah Rp 50.000 per minggu.
”Setiap bekerja ke Temanggung, saya selalu makan di sini (Warung Sedekah) karena warung ini menyajikan menu dengan harga termurah,” ujarnya.
Membayar atau tidak, dan berapa pun jumlah yang dibayarkan, siapa pun tetap diperbolehkan makan. Bahkan, dipersilakan menambah nasi dan lauk sesuka hati.
Ratminah sudah bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Kecamatan Temanggung selama dua tahun terakhir. Namun, sesuai permintaan majikan, dia hanya masuk kerja setiap dua hari sekali.
Rumah tempatnya bekerja berjarak sekitar 10 kilometer dari tempat tinggalnya. Setiap berangkat kerja, dia harus berhemat mengatur pengeluaran karena masih harus mengeluarkan biaya untuk naik angkutan umum.
Warung Sedekah juga menjadi tempat langganan makan bagi Agus (49), pedagang keliling bakso cakar ayam yang biasa mangkal di depan SMP Negeri 1 Temanggung, sekitar 1 kilometer dari Warung Sedekah. ”Harga makanan di sini (Warung Sedekah) sangat murah, tetapi tetap enak dan menunya tidak murahan,” ujarnya.
Dia menyebut menu makanan tidak ”murahan” karena rata-rata menu yang disajikan biasanya dijual dengan harga di atas Rp 10.000 di warung lain. Selain ikan, dia pernah menikmati hidangan berlauk ayam, lele, atau beragam makanan bercampur udang serta cumi.
Baca juga: Saling Berbagi meski Berbeda Keyakinan
Agus mengaku sering membayar makan siang Rp 2.000. Namun, karena sadar warung ini menawarkan kesempatan bersedekah, maka saat sedang mendapat penghasilan lebih banyak, terkadang ia membayar Rp 5.000-Rp 10.000.
Pemilik Warung Sedekah, Nina Agustiani (55), mengatakan, Warung Sedekah, mulai dibuka pada Mei 2018. Ide membuka warung ini terinspirasi dari sebuah cerita tentang seseorang di luar Temanggung yang bersedekah dengan menjual nasi bungkus di jalan seharga Rp 3.000 per bungkus. Cerita itu didapatkan dari salah seorang rekannya.
Kemudian, karena ingin memfokuskan perhatian pada restoran miliknya, Nina menutup satu usaha warung makan miliknya di Jalan Jenderal Sudirman. Sempat kebingungan akan difungsikan bagaimana, Nina bersama suaminya akhirnya menjadikan bangunan itu tempat untuk bersedekah.
Tampilan sederhana
Dalam waktu seminggu, Nina mempersiapkan semuanya, termasuk mengganti perangkat meja kursi yang semula untuk restoran dengan perabotan yang lebih sederhana. ”Segala sesuatu dalam warung harus didesain sesederhana mungkin sehingga setiap orang yang lewat dan melihat yakin bahwa menu yang ditawarkan memang menu dengan harga murah,” ujarnya.
Segala sesuatu dalam warung harus didesain sesederhana mungkin sehingga setiap orang yakin bahwa menu yang ditawarkan memang menu dengan harga murah. (Nina, pemilik Warung Sedekah)
Dengan tampilan sederhana tersebut, warga yang tidak memiliki uang banyak untuk makan siang diharapkan tidak ragu untuk datang dan makan.
Setiap hari, Warung Sedekah memasak 100-200 porsi makanan. Untuk kebutuhan tersebut, Nina menyediakan alokasi dana belanja berkisar Rp 500.000-Rp 1 juta per hari untuk membeli puluhan kilogram lauk pauk dan sayur mayur. Sebagian besar uang belanja berasal dari uang pribadinya.
Kepada para pegawainya, Nina selalu menekankan bahwa kegiatan belanja jangan sampai terganggu oleh kenaikan harga bahan-bahan tertentu. ”Walaupun tahu bahwa bahan pangan itu diolah untuk kegiatan sedekah, jangan kemudian pegawai berpikiran bahwa mereka harus membeli bahan yang murah. Orang mendapatkan sedekah pun tetap berhak untuk makan enak dan layak,” ujarnya.
Baca juga: Solidaritas Masih Mengalir untuk Korban Banjir
Oleh karena itu, ketika suatu saat ada laporan bahwa harga daging ayam naik dan harga yang lebih terjangkau adalah telur, dia tetap meminta pegawainya membeli daging ayam.
Meski demikian, hidangan yang disajikan tidak selalu habis terjual. Sesuai dengan tujuannya untuk bersedekah, sisa makanan tersebut biasanya juga akan disedekahkan ke tiga panti asuhan di sekitar warung.
Jadi inspirasi
Bermula dari keinginannya pribadi untuk bersedekah, Nina mengatakan, keberadaan warung ini pada akhirnya justru mendorong orang lain untuk ikut berbagi dan bersedekah. Sedekah tersebut datang dari para pedagang sayur dan bahan lainnya yang sudah menjadi langganannya berbelanja.
”Pagi sebelum membuka warung, saya dan pegawai kerap menjumpai ada banyak plastik berisi aneka macam sayur, bawang, cabai, pemberian pedagang. Barang-barang itu tiba-tiba saja sudah diletakkan di depan pintu warung,” ujarnya.
Potongan harga diberikan dengan kesadaran dan keikhlasan pedagang setelah tahu bahwa bahan pangan tersebut dimasak untuk kebutuhan bersedekah.
Saat berbelanja bahan pangan untuk lauk seperti ayam ataupun ikan, Nina mengatakan, dia kerap mendapatkan diskon. Potongan harga ini diberikan dengan kesadaran dan keikhlasan pedagang setelah tahu bahwa bahan pangan tersebut dimasak untuk kebutuhan bersedekah.
Selama lebih dari 1 tahun berdiri, Warung Sedekah telah memberikan inspirasi bagi banyak orang lain untuk meniru ataupun ikut bersedekah. Salah satu pengunjung di Warung Sedekah, menurut dia, ada yang pernah datang dan memasukkan uang Rp 1 juta ke dalam stoples kaca.
”Dia mengaku cuma ingin menyumbangkan uang dan warung kami dianggapnya sebagai tempat yang tepat,” ujarnya. Setelah memasukkan uang, tamu tersebut bahkan sama sekali tidak menyantap hidangan di Warung Sedekah.
Baca juga:Warung Sedekah, Ajang Silaturahmi Polisi
Di luar itu, dengan banyaknya unggahan status tentang Warung Sedekah di media sosial, baik oleh dirinya maupun pengunjung, Nina akhirnya juga mendapatkan 7-10 donatur tetap. Setiap donatur menyumbangkan uang Rp 300.000-Rp 1 juta per bulan.
Beberapa orang, salah satunya dari Madiun, juga pernah melakukan ”studi banding” karena berkeinginan melakukan kegiatan serupa di tempat asalnya masing-masing. Termotivasi dari warung ini, sejumlah pihak seperti sejumlah masjid dan salah satu bank di Kabupaten Temanggung, kini rutin membeli nasi bungkus seharga Rp 5.000 per bungkus dari Warung Sedekah. Dalam kegiatan sosial masing-masing lembaga atau instansi, ratusan bungkus nasi itu lalu dibagikan gratis kepada warga miskin.
Nina juga berupaya melakukan kampanye gerakan sedekah ini dengan melakukan kegiatan ”Warung Sedekah on The Road". Dalam kegiatan itu, dia menjual sekitar 100 bungkus seharga Rp 2.000 per bungkus di jalanan.
Sedekah, menurut Nina, tidak sekadar mendatangkan pahala. Lebih dari itu, kegiatan tersebut terus dilakukannya karena membuatnya merasakan kebahagiaan lahir batin. ”Dalam hidup, ada kalanya kita bekerja tidak melulu untuk mendatangkan keuntungan sendiri. Sempatkanlah berbagi dan hal itu akan mendatangkan kebahagiaan tersendiri dalam hati dan pikiran,” ujarnya.