Proses Politik Jangan Hambat Pembayaran Klaim Nasabah Jiwasraya
Nasabah Jiwasraya hanya ingin uang mereka kembali. Pertanggungjawaban pemerintah ditagih karena Jiwasraya merupakan perusahaan negara.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tak terlalu hirau dengan proses politik yang bergulir di DPR. Bagi mereka, yang terpenting, proses politik tidak membuat Jiwasraya lupa pada tanggung jawab membayar klaim polis asuransi nasabah. Proses politik juga diharapkan tak membuat pemerintah membantu nasabah.
Salah seorang pemegang polis Jiwasraya, Puspita (65), saat dihubungi Kompas, Rabu (5/2/2020), menjelaskan, tidak semua nasabah Jiwasraya berasal dari kalangan konglomerat. Tak sedikit yang berlatar belakang pensiunan yang mengumpulkan uang dari sisa gaji sewaktu bekerja.
Ini termasuk dirinya. Klaim dari polis sudah disiapkan untuk membiayai hidup sejak pensiun. Dengan pembayaran klaim dari Jiwasraya macet sejak sekitar 1,5 tahun lalu, tak pelak hal tersebut turut berimbas pada kehidupannya.
Haresh (63), pemegang polis Jiwasraya lainnya, yang berprofesi sebagai pedagang sajadah di Jakarta Timur, menjelaskan, hingga kini berarti sudah 16 bulan klaim dari Jiwasraya tak diterimanya. Akibat keterlambatan pembayaran klaim, sejumlah karyawan di toko Haresh dirumahkan.
Ia sangat membutuhkan pembayaran dari Jiwasraya agar usahanya bisa berjalan. ”Kalau tidak dibayar, usaha kami tidak berkembang. Karyawan sudah banyak yang dirumahkan,” katanya.
Berangkat dari hal-hal tersebut, Puspita dan Haresh berharap proses politik di DPR tetap mengutamakan pengembalian klaim nasabah. Jangan sampai proses politik membuat klaim nasabah semakin lama dibayarkan atau justru semakin tidak jelas pencairannya.
Menurut Puspita, sekitar 50 nasabah Jiwasraya sudah bertemu dengan Komisi VI DPR pada 4 Desember 2019. Dalam pertemuan itu, anggota DPR telah berkali-kali menyatakan pengembalian uang nasabah menjadi prioritas. Pernyataan ini diharapkan dikonkritkan, jadi tak sebatas janji.
”Kami masyarakat awam, bukan masyarakat berpolitik. Kami tak mau diseret-seret ke arah politik. Kami tidak mengerti pansus (panitia khusus). Kami tidak mengerti panja. Yang jelas, uang kami diletakkan di perusahaan negara yang ternyata menaruhnya di investasi bodong. Makanya kami menagih tanggung jawab pemerintah,” tutur Puspita.
Hal senada disampaikan Haresh. ”Sudah jalan 16 bulan, tetapi tidak ada penyelesaian sama sekali. Ibarat main pingpong, kami ini merasa dioper ke kiri dan ke kanan saja. Kami harap pemerintah serius menangani ini,” ujarnya.
Untuk kembali mengingatkan pemerintah, menurut Puspita, nasabah Jiwasraya akan bersurat ke Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Surat itu akan dibawa langsung ke kedua kantor tersebut, Kamis (6/2/2020) besok.
”Menkeu kelihatannya tenang-tenang saja. Kami meminta menteri ikut aktif untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya.
Surat yang dikirimkan ke Kementerian Keuangan lebih kepada desakan agar penggantian uang nasabah segera dilakukan. Sementara surat yang dilayangkan nasabah ke OJK bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban lembaga pengawas itu.
Diberitakan sebelumnya, dua fraksi di DPR, yaitu Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), telah mengusulkan pembentukan pansus hak angket Jiwasraya, Selasa, 4 Februari.
Usulan itu ditandatangani 104 anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS sehingga sudah memenuhi syarat minimal pengusulan pansus hak angket, yakni lebih dari 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Usulan itu selanjutnya akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk diminta persetujuan, diterima atau ditolak.
Sebelumnya, tiga komisi di DPR telah membentuk panitia kerja (panja) yang juga untuk mendalami persoalan di Jiwasraya. Ketiga panja dimaksud dibentuk oleh Komisi III, Komisi VI, dan Komisi XI.
Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara memastikan pembayaran klaim pemegang polis Jiwasraya dimulai pada akhir Maret 2020. Pembayaran awal akan dikumpulkan dari hasil usaha Jiwasraya (Kompas, 30/1/2020).
Jiwasraya merupakan salah satu perusahaan asuransi jiwa terbesar di Indonesia dengan jumlah nasabah atau pemegang polis sekitar 5,2 juta orang. Akibat buruknya tata kelola, dugaan korupsi, dan sejumlah kecurangan terkait pengelolaan investasi, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, Jiwasraya merugi sekitar Rp 15,83 triliun pada 2018 dan mengalami ekuitas negatif Rp 27,7 triliun per November 2019.
Ketiadaan likuiditas membuat Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim nasabah sebesar Rp 12,4 triliun per Desember 2019. Pada 2020, klaim nasabah yang akan jatuh tempo Rp 3,7 triliun. Dengan demikian, total klaim jatuh tempo hingga akhir 2020 mencapai Rp 16,1 triliun.