Bantuan Langsung Tunai dari Dana Desa Mulai Dicairkan
Bantuan langsung tunai yang diambil dari dana desa sudah mulai dicairkan. Validasi data dilakukan secara saksama agar tidak terjadi tumpang tindih penyaluran bantuan.
Oleh
Aris Prasetyo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bantuan langsung tunai yang bersumber dari dana desa mulai bisa dicairkan. Validasi data menjadi perhatian agar tidak terjadi pemberian bantuan yang tumpang tindih, bahkan salah sasaran.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengatakan, hingga Senin (27/4/2020), sebanyak 8.157 desa dari 76 kabupaten dan kota telah mencairkan BLT yang diambil dari dana desa tersebut. Total BLT yang sudah disalurkan sekitar Rp 70 miliar. Adapun alokasi dana desa yang bisa digunakan untuk pemberian BLT adalah Rp 22,4 triliun.
”Hari ini BLT sudah cair. Saya minta kepada kepala daerah, baik itu bupati maupun kepala desa, untuk mempermudah pencairan dan penyaluran BLT. Sebaiknya tidak ada usaha untuk mempersulit karena ini untuk urusan kemanusiaan,” ujar Halim dalam konferensi pers daring.
Penggunaan dana desa untuk penyaluran BLT diatur dalam Permendesa PDTT Nomor 6 Tahun 2020 yang merupakan revisi Permendesa PDTT Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020. Kemendesa PDTT memperkirakan, BLT yang dialokasikan untuk 74.953 desa di seluruh Indonesia mencapai Rp 22,4 triliun. Adapun pagu dana desa tahun ini sebesar Rp 72 triliun.
Bantuan langsung tunai yang dialokasikan untuk 74.953 desa di seluruh Indonesia mencapai Rp 22,4 triliun. Adapun pagu dana desa tahun ini mencapai Rp 72 triliun.
Dalam peraturan tersebut, untuk pagu dana desa kurang dari Rp 800 juta, alokasi BLT ditetapkan 25 persen dari dana desa. Sementara untuk pagu Rp 800 juta hingga Rp 1,2 miliar, maka alokasi BLT sebesar 30 persen. Adapun pagu dana desa di atas Rp 1,2 miliar, alokasinya ditetapkan 35 persen.
”Dimungkinkan pula alokasi dana desa bisa dikembangkan lebih dari batas 35 persen apabila kondisi desa tersebut benar-benar membutuhkan. Syaratnya harus ada persetujuan bupati atau wali kota. Ini untuk meyakinkan betul bahwa data yang ada benar-benar valid dan membutuhkan,” kata Halim.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Ivanovich Agusta menambahkan, dalam kondisi tertentu, tak semua BLT disalurkan secara nontunai atau lewat rekening bank masyarakat penerima. Pasalnya, tak semua desa bisa menjangkau fasilitas perbankan di tempat mereka.
”Contohnya di Desa Lele, Kecamatan Mandioli Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, ada 60 keluarga miskin yang berhak menerima BLT di desa tersebut. Lantaran desa itu ada di pulau tersendiri dan jauh dari akses perbankan, maka bantuan diserahkan secara langsung dari rumah ke rumah,” kata Ivanovich.
Basis data penerima BLT dilakukan di tingkat rukun tetangga di desa yang bersangkutan. Pencatatan atau penyusunan data penerima BLT disyaratkan dilakukan oleh tiga orang dari RT yang sama. Hal ini untuk memperoleh data yang akurat bahwa masyarakat tersebut benar-benar layak dibantu menerima BLT.
Namun, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mensyaratkan, penerima BLT adalah warga miskin yang belum pernah menerima bantuan dari pemerintah dalam bentuk lain. Bantuan tersebut misalnya Kartu Prakerja, bantuan pangan nontunai, bantuan sosial di bawah Kementerian Sosial, atau bantuan dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH).
Sebelumnya, dalam rapat terbatas membahas program jaring pengaman sosial melalui telekonferensi, Selasa (7/4/2020), di Istana Bogor, Jawa Barat, Presiden Joko Widodo mengatakan, bantuan itu antara lain berupa perluasan PKH untuk 10 juta warga miskin.
Selain itu, ada bantuan pangan nontunai (BPNT) untuk 20 juta warga miskin, BLT kepada 9 juta jiwa, dan Kartu Prakerja kepada 5,6 juta orang. Ada pula listrik gratis bagi pengguna listrik berdaya 450 VA dan potongan 50 persen bagi pengguna listrik berdaya 900 VA.
”Khusus untuk Jabodetabek, kami siapkan bansos (bantuan sosial) bagi 4,1 juta keluarga miskin. Bantuan untuk 1,1 juta keluarga disiapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sedangkan sisanya ditanggung pemerintah pusat,” ujar Presiden.
Presiden juga menginstruksikan pembagian 200.000 paket kebutuhan pokok untuk masyarakat di Jabodetabek yang terdampak pembatasan sosial berskala besar senilai Rp 200.000.
Selain pemberian bansos khusus bagi warga Jakarta, Presiden juga menginstruksikan pembagian 200.000 paket kebutuhan pokok untuk masyarakat terdampak pembatasan sosial berskala besar senilai Rp 200.000. Paket ini dibagikan sebelum bansos khusus disalurkan ke Jabodetabek.
”Saya instruksikan penyaluran bansos khusus dilakukan sesegera mungkin. Tak kalah penting, bansos khusus harus tepat sasaran, diberikan kepada keluarga miskin dan rentan miskin. Mekanisme penyaluran harus sederhana dan praktis, tak berbelit-belit,” kata Presiden.