Mewujudkan Ekonomi Desa yang Kebal Korona
Dana desa diharapkan bisa menjadi stimulus efektif untuk memastikan desa tahan terhadap guncangan ekonomi global yang disebabkan pandemi Covid-19.
Sulit untuk mencegah gelombang pulang kampung saat Jakarta dan kota-kota di sekitarnya yang menjadi tempat mencari nafkah berstatus zona merah Covid-19. Kembali ke kampung halaman akhirnya menjadi pilihan yang diambil walau membawa dampak risiko penyebaran kasus yang semakin luas.
Banyak orang menggeser mudik hari Lebaran karena keadaan ini. Banyak orang terpaksa pulang kampung karena penghasilannya menurun sangat drastis atau bahkan hilang sejak korona mewabah di tempat mereka mencari nafkah. Mereka yang mudik umumnya pekerja sektor informal, pekerja harian, atau terkena pemutusan hubungan atau kontrak kerja yang membuat mereka kehilangan pendapatan.
Meskipun pemerintah sudah mengimbau agar perantau tidak pulang, gelombang pemudik ke kota-kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur semakin meningkat sejak akhir Maret. Berdasarkan data Dinas Perhubungan Jawa Tengah, sejak 22 Maret hingga 3 April lalu, sebanyak 320.435 perantau telah kembali ke Jawa Tengah menggunakan transportasi umum.
Mobilitas penduduk antarwilayah ini diprediksi akan terus meningkat hingga 1,3 juta orang saat hari Lebaran berdasarkan perhitungan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
Masih merujuk MTI, diperkirakan sekitar sepertiga dari 1,3 juta orang tersebut akan mudik ke daerah-daerah di Jawa Tengah, kemudian seperlimanya ke Jawa Timur, berikutnya 13 persen ke Jawa Barat, dan selebihnya ke Daerah Istimewa Yogyakarta.
Baca juga : Menimbang Pembatasan Sosial di Luar Ibu Kota
Antisipasi desa
Melihat kenyataan yang terjadi, pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menerbitkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Pelaksanaan Padat Karya Tunai Desa (PKTD) dengan Dana Desa. Surat edaran tersebut pada intinya sebagai upaya untuk menciptakan desa yang tanggap terhadap persoalan virus korona dengan membentuk Sukarelawan Gugus Tugas Covid-19.
Sukarelawan Gugus Tugas Covid-19 menjadi garda terdepan dalam mencegah penyebaran virus korona di desa. Sukarelawan dipimpin kepala desa. Anggotanya mencakup aparat desa, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan yang ada di desa. Termasuk dalam kelompok sukarelawan ini adalah tokoh petani dan pemuda.
Para sukarelawan desa ini turut mencegah penyebaran virus korona pada berbagai aspek. Dari sisi kesehatan, sukarelawan desa turut menyosialisasikan bahaya Covid-19, mendata penduduk yang rentan sakit atau memiliki penyakit bawaan, melakukan penyemprotan disinfektan, dan menyediakan cairan pembersih tangan di tempat umum.
Dari sisi aktivitas sosial, sukarelawan mengupayakan agar tidak ada warga yang berkumpul atau berkerumun untuk berbagai kegiatan, serta memantau pergerakan masyarakat yang keluar masuk daerah. Para sukarelawan desa juga terus mencermati perkembangan status orang dalam pemantauan dan pasien dalam pengawasan di wilayahnya.
Sementara langkah-langkah penanganan dilakukan dengan bekerja sama dengan rumah sakit rujukan atau puskesmas setempat dengan menyiapkan ruang isolasi di desa. Para sukarelawan juga merekomendasikan kepada warga yang pulang dari daerah terdampak Covid-19 untuk melakukan isolasi diri, termasuk membantu menyiapkan logistik kepada warga yang masuk ruang isolasi.
Mereka pun menghubungi petugas medis atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah untuk langkah berikutnya terhadap warga yang masuk ruang isolasi. Dari sisi keamanan, para sukarelawan berkoordinasi dengan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) dari unsur kepolisian dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) dari unsur TNI.
Jika tugas Sukarelawan Desa Lawan Covid-19 ini bisa dijalankan dengan baik di 74.954 desa di seluruh Indonesia, niscaya rantai penyebaran virus korona ke desa-desa bisa diputus. Sukarelawan Gugus Tugas Covid-19 menjadi kunci pencegahan penyebaran Covid-19 di desa.
Baca juga : Desa Jadi Andalan Memutus Penyebaran Covid-19
Padat karya
Pemerintah pusat telah menginstruksikan agar daerah turut ambil bagian dalam penanganan dampak tekanan ekonomi akibat pandemi korona. Oleh karena itu, selain digunakan untuk membentengi dari sisi kesehatan, dana desa tahun 2020 juga diprioritaskan untuk menopang perekonomian desa, yaitu melalui pembangunan infrastruktur secara swakelola dengan sistem Padat Karya Tunai Desa (PKTD).
Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepala desa agar menggelontorkan dana desa untuk program padat karya tunai ini. Lewat Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, dinyatakan dana desa dapat dipakai untuk langkah pencegahan di bidang pelayanan sosial, khususnya dalam layanan kesehatan masyarakat.
Artinya, saat meluasnya virus korona, permendesa memberikan peluang kepada desa agar dapat memberikan dana desa untuk menjaga dan mencegah berbagai macam aspek, termasuk program PKTD. Pemerintah bahkan mengimbau, program PKTD yang sebelumnya diagendakan pada tahap kedua atau ketiga dialihkan menjadi tahap pertama. Pemerintah desa juga bisa melakukan perubahan APBDes dengan memasukkan program PKTD dengan menggeser pembelanjaan bidang dan subbidang lain.
PKTD dapat menjadi instrumen untuk membantu masyarakat prasejahtera atau yang menganggur, setengah menganggur seperti perantau yang kehilangan pekerjaan di kota akibat wabah Covid-19, dan kelompok marjinal lainnya tetap mendapat akses pekerjaan dan memperoleh upah harian agar dapat bertahan dalam perlambatan ekonomi yang sedang terjadi dan membantu ekonomi masyarakat di perdesaan tetap terjaga.
Padat karya tunai ini memberikan dampak pada peningkatan daya beli masyarakat. Upah kerja yang dibayarkan per hari membuat peredaran uang di desa ada setiap hari sehingga memperkuat daya tahan ekonomi desa. Pemberdayaan masyarakat melalui program padat karya ini juga dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Program PKTD yang menggunakan dana desa untuk memberdayakan masyarakat melalui swakelola desa ini dimulai sejak 2018 dan telah berhasil menekan angka kemiskinan di perdesaan dari 14,1 persen pada Maret 2017 turun menjadi 13,2 persen pada Maret 2018. Program PKTD juga telah menyerap 7,9 juta pekerja.
Bantuan sosial
Program dana desa yang sudah dimulai sejak tahun 2015 anggarannya terus meningkat setiap tahun. Di awal program ini digulirkan, pemerintah menggelontorkan anggaran Rp 20,67 triliun, setiap desa mendapat lebih kurang Rp 280,3 juta. Pada tahun 2020 ini pemerintah menganggarkan Rp 72 triliun sehingga tiap desa mendapatkan dana desa sekitar Rp 900 juta.
Skema pencairannya adalah 40 persen pada tahap pertama, 40 persen pada tahap kedua, dan 20 persen pada tahap ketiga. Anggaran tahap pertama sejumlah Rp 28,8 triliun itulah yang digunakan untuk program pencegahan dan penanganan Covid-19 serta pelaksanaan PKTD.
Melihat perkembangan penyebaran Covid-19 yang semakin masif dan meningkatnya jumlah perantau yang kembali ke desa, pemerintah melalui dana desa membuat kebijakan baru dengan mengalihkan penggunaan anggaran dana desa sebesar Rp 21 triliun-Rp 24 triliun atau 25-30 persen dari total dana desa untuk bantuan sosial (bansos). Bansos ditambahkan dalam rangka meredam dampak tekanan ekonomi akibat penyebaran virus korona di Indonesia.
Estimasinya, ada sekitar 5,8 juta keluarga di desa yang mendapat aliran bansos dalam bentuk dana tunai senilai Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan. Mereka adalah keluarga miskin atau tidak mampu yang tinggal di desa dan tidak menerima bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah dengan memprioritaskan daerah terdampak. Kebijakan ini diharapkan membuat masyarakat desa mendapat bantuan yang lebih kurang setara dengan yang diterima masyarakat lain yang juga mendapat bantuan dari pemerintah.
Diharapkan dana desa bisa menjadi stimulus yang efektif untuk memastikan desa tahan terhadap guncangan ekonomi global yang disebabkan pandemi Covid-19. Jika situasi ekonomi desa-desa stabil, situasi ekonomi nasional juga akan sangat terbantu. Karena mayoritas masyarakat kita ada di desa, memutus rantai penyebaran virus korona dari desa adalah suatu pilihan yang tepat. (LITBANG KOMPAS)