Terapi Plasma Darah, Harapan Baru bagi Pasien Covid-19
Terapi plasma menjadi salah satu harapan yang kian menjanjikan saat ini. Penelitian terkait terapi ini kini telah dikembangkan di dalam negeri.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai penelitian terkait pengobatan bagi pasien Covid-19 terus dikembangkan. Terapi plasma menjadi salah satu harapan yang kian menjanjikan saat ini. Penelitian terkait terapi ini kini telah dikembangkan di dalam negeri.
Di Indonesia, terapi ini telah dikembangkan oleh PT Bio Farma, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, dan Palang Merah Indonesia. Meski masih dalam tahap uji coba, terapi ini sudah menunjukkan hasil yang baik bagi sejumlah pasien yang terlibat.
Kepala Bagian Komunikasi PT Bio Farma Iwan Setiawan, saat dihubungi di Jakarta, Senin (27/4/2020), menyatakan, terapi plasma konvalesen atau plasma darah pasien yang dinyatakan sembuh sudah dalam tahap uji coba. Pengambilan plasma darah dari pasien dilaksanakan di RSPAD Gatot Soebroto yang kemudian diuji secara pararel di PT Bio Farma.
”Plasma konvalesen adalah plasma yang didapat dari donasi pasien Covid-19 yang sudah sembuh. Kandungan plasma ini adalah antibodi spesifik SARS-CoV-2 (virus penyebab Covid-19) dalam jumlah atau titer bervariasi. Plasma ini bermanfaat untuk menetralisir virus yang ada di dalam tubuh pasien sakit sehingga tingkat keparahannya bisa ditekan,” ujarnya.
Iwan menuturkan, tantangan pembuatan plasma ini yakni banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien yang akan menyumbangkan plasmanya. Persyaratan itu meliputi, antara lain, pasien harus dipastikan tidak lagi mengalami gejala klinis, hasil pemeriksaan spesimen untuk dua kali pengujian Covid-19 menunjukkan hasil negatif, serta plasma dari pendonor tidak mengandung penyakit lain, seperti Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.
”Plasma yang diambil adalah plasma yang sudah memasuki minimal hari ke-14 setelah dinyatakan sembuh. Titer (konsentrasi larutan) antibodi dari pendonor juga menunjukkan angka titer untuk korona kisaran 1:160,” katanya.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio menyampaikan, terapi plasma ini menjadi harapan sebelum ada obat yang secara spesifik diakui untuk menangani pasien Covid-19. Terapi ini kini tidak hanya dikembangkan oleh peneliti di dalam negeri, tetapi juga peneliti di beberapa negara lain, seperti China, Iran, Amerika, dan sejumlah negera di Eropa.
Efektivitas tinggi
”Laporan dari China, terapi ini memiliki efektivitas (kesembuhan) hingga 60 persen. Sementara pada 40 persen pasien lainnya dalam keadaan stabil dan membaik. Ini menjanjikan di negara lain dan dianggap bisa menyelamatkan nyawa dan memperpendek masa perawatan pasien,” tuturnya.
Amin menambahkan, pemberian plasma dalam terapi ini dilakukan melalui infus. Terapi ini bisa dilakukan satu kali dan kemudian hasilnya akan dievaluasi. Jika diperlukan, terapi ini bisa diberikan kembali kepada pasien. Kondisi pasien biasanya sudah akan membaik dalam satu pemberian terapi.
Adapun pasien yang bisa mendapatkan terapi ini adalah pasien Covid-19 dengan kondisi sedang sampai berat. Golongan darah dari pasien pun harus sesuai dengan darah pendonor untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan. Terapi ini juga tidak bisa digunakan untuk upaya pencegahan.
”Bagi pasien yang sudah sembuh yang ingin menjadi pendonor bisa langsung ke rumah sakit ataupun ke PMI dan Lembaga Eijkman. Setelah itu baru akan dilakukan pengujian dan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan mereka sehat dan memastikan darah yang didonorkan memenuhi syarat,” ujar Amin.