Para orangtua calon siswa di sejumlah daerah melayangkan protes terkait penerimaan peserta didik baru. Mereka berharap penerimaan siswa baru dilaksanakan secara transparan.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di Jakarta, Selasa (23/6/2020), kelompok yang menamakan diri Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta. Mereka memprotes penerapan patokan umur untuk penerimaan murid baru. Sebelumnya, kebijakan ini juga menuai kritik dari Forum Orangtua Murid.
Para orangtua menolak Surat Keputusan Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021, yaitu tentang seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi menggunakan usia. Mereka meminta agar patokan umur dihapus dan diganti dengan nilai.
”Besok akan ada penjelasan. Mohon ditunggu saja,” kata Kepala Subbagian Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sony Juhersoni saat dimintai konfirmasi.
Mereka memprotes PPDB yang dinilai tidak transparan.
Di Bandung, sejumlah orangtua calon siswa sekolah menengah atas (SMA) bersama Forum Masyarakat Peduli Pendidikan juga melayangkan protes terkait PPDB ke Dinas Pendidikan Jawa Barat. Mereka memprotes PPDB yang dinilai tidak transparan karena ada sejumlah calon siswa yang tidak diterima di sekolah negeri, padahal rumah mereka dekat dengan SMA yang diinginkan.
Pipit (40), warga Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung, tidak terima anaknya gagal masuk SMAN 14 Bandung. Padahal, sekolah itu berada di kecamatan yang sama dengan tempat tinggalnya.
Konsekuensinya, Pipit harus memasukkan anaknya ke sekolah swasta. Dia keberatan karena keluarganya mengalami kesulitan keuangan di saat pandemi ini.
”Suami saya hanya sopir taksi daring, sedangkan saya baru kemarin dirumahkan karena pandemi Covid-19. Kalau sekolah swasta ada banyak bayaran yang harus dipenuhi. Sekolah swasta adalah pilihan terakhir dan terberat. Tetapi, itu demi anak saya,” tuturnya.
Menurut Sekretaris I PPDB Jabar Dian Penasiani, antara daya tampung dan jumlah siswa yang lulus SMP dan sejenisnya tidak sebanding. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Jabar, lulusan SMP di Jabar mencapai lebih dari 700.000 anak, sedangkan kapasitas SMA negeri hanya 149.977 kursi. Karena itu, dia meminta setiap sekolah untuk lebih jeli dalam melihat dokumen persyaratan dari para calon siswa sehingga kuota tersebut tepat sasaran.
Terkait proses PPDB, Wali Kota Bandung Oded M Danial juga meminta panitia tidak menerima titipan calon siswa dari pihak mana pun. ”Saya berharap tidak ada lagi riak-riak pengaduan dari masyarakat yang signifikan,” katanya.
Sulit mendaftar daring
Di Sumatera Barat, calon siswa SMA kesulitan mendaftar PPDB daring akibat gangguan server. Laman pendaftaran mengalami gangguan ataupun tidak stabil sejak pertama dibuka pada Senin.
Diah (47), orangtua calon siswa di Padang, mengatakan, anak perempuannya tidak bisa mendaftar PPDB sejak Senin lalu. Laman pendaftaran memang bisa dibuka, tetapi tidak stabil sehingga proses pendaftaran gagal. ”Anak saya di rumah sampai meriang, stres, karena tidak bisa mendaftar,” ujarnya.
Karena gangguan ini, Selasa siang, belasan orangtua dan calon siswa silih berganti datang ke posko PPDB di Dinas Pendidikan Sumbar. Mereka menanyakan permasalahan pendaftaran dan mengungkapkan kecemasan masing-masing, salah satunya jika kalah saing dalam proses seleksi karena didahului pendaftar lain.
Sekretaris Panitia PPDB Daring Sumbar Irman mengatakan, persiapan untuk pendaftaran PPDB daring sebenarnya sudah rampung pada Minggu malam. Namun, setelah dibuka keesokan harinya, laman langsung kebanjiran pengunjung dan server kemudian tumbang. Selain di Padang, permasalahan pendaftaran PPDB daring juga dialami para calon siswa di Kabupaten Agam, Sumbar.
”Kami meminta kepada dinas pendidikan agar ada alternatif lain untuk mengatur ritme orang mengakses laman pendaftaran, atau karena ada gangguan, masa pendaftaran diperpanjang. Kami berharap panitia punya cara-cara lain atasi masalah ini,” ujar Kepala Keasistenan Bidang Pencegahan Ombudsman RI Perwakilan Sumbar Adel Wahidi.
Meski masih ada kendala, menurut Adel, pendaftaran daring dapat meminimalkan celah nepotisme ataupun malaadministrasi dalam proses PPDB. ”Dengan sistem daring, tidak ada lagi istilah ’orang kuat’ karena semua data di-input dan orang bisa melihat bagaimana proses mereka diranking berdasarkan kedekatan sekolah dengan rumah. Oknum tidak bisa lagi mengakali celah penyimpangan,” katanya.
Menurut Ketua Umum Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan Yanti Sriyulianti, persoalan seleksi PPDB yang terjadi di daerah semestinya dikembalikan lagi pada regulasi. ”Seleksinya memakai jalur-jalur pendaftaran yang telah ditetapkan. Pelaksanaannya pun berjenjang. Kami mendorong satuan pendidikan memastikan setiap peserta didik memenuhi persyaratan pendaftaran sehingga dapat menikmati hak atas pendidikan tanpa diskriminasi,” kata Yanti. (JOL/TAM/RTG/RAM/XTI/MED/PRI)