Laju Infeksi Melandai, Karantina Mulai Longgar
Melonggarkan kebijakan penutupan wilayah bukan tanpa risiko. Kebijakan ini perlu dilakukan bertahap untuk menghindari kemungkinan gelombang infeksi kedua.
BEIJING, SENIN — Sejumlah negara mulai melonggarkan kebijakan karantina atau penutupan wilayah terkait upaya pencegahan pandemi Covid-19. Namun, langkah itu harus diambil dengan hati-hati.
Seiring dengan terjadinya penurunan laju infeksi dan laju kematian akibat Covid-19, sejumlah negara mulai melonggarkan kebijakan penutupan atau karantina wilayahnya, Senin (27/4/2020).
Namun, sebelum menggerakkan sepenuhnya roda ekonomi negara, para pemimpin atau kepala negara diharapkan tetap menjaga keseimbangan antara kebebasan dan keselamatan warga.
Pengenduran kebijakan di setiap negara ditandai, antara lain, dengan pembukaan kembali sekolah, pabrik, dan bisnis atau warga dibolehkan kembali beraktivitas di luar ruangan. Setiap negara memiliki pertimbangan sendiri yang diambil dengan hati-hati agar tidak memicu kasus baru lebih berat.
Baca juga : Virus Korona Baru
Di China, misalnya, setelah lebih kurang tiga bulan berdiam di rumah, anak-anak di kota Shanghai dan Beijing mulai masuk sekolah pada Senin (27/4/2020). ”Saya senang, sudah terlalu lama sejak terakhir saya bertemu teman sekelas,” kata Hang Huan (18) di Shanghai. ”Saya sangat rindu mereka.”
Meski sudah memulai kembali aktivitas belajar, anak-anak itu tetap menjalani pemeriksaan suhu tubuh di gerbang sekolah. Mereka harus menunjukkan kode ”hijau” di aplikasi ponsel mereka yang menunjukkan bahwa mereka tidak terinfeksi Covid-19.
Seorang remaja, Meng Xianghao, mengatakan, pada hari pertama sekolahnya di Sekolah Menengah Chenjinglun di Beijing, dirinya tetap melakukan pencegahan ekstra. ”Saya membawa masker, kantong sampah, dan disinfektan,” ujarnya.
Tetap hati-hati
Laju infeksi Covid-19 di China telah menurun. Pemerintah China pun mulai melonggarkan kebijakan penutupan wilayahnya dengan hati-hati. Kekhawatiran utama peningkatan kasus muncul dari kasus impor.
Pembukaan kembali kegiatan belajar-mengajar juga dilakukan Norwegia, terutama untuk anak sekolah dasar yang berusia 6-10 tahun. Di setiap kelas diatur hanya boleh diisi maksimal 15 murid.
Hal itu mengawali normalisasi yang akan dilakukan secara bertahap di negara dengan kondisi pandemi di bawah kendali tersebut. Namun, orangtua murid tetap merasa prihatin.
Selain China, empat negara yang paling terdampak pandemi Covid-19 ini di Eropa, yaitu Italia, Spanyol, Perancis, dan Inggris, pun mulai menunjukkan penurunan laju kasus kematian harian akibat Covid-19.
Kabar ini menggembirakan dan memberikan harapan baru bahwa kemungkinan besar pandemi ini sudah melewati masa puncak.
Baca juga : Eropa Raih Kemajuan, Laju Infeksi dan Kematian Menurun
Meski demikian, Italia tetap membaca laju penurunan kasus dengan hati-hati. Negara itu memiliki kasus meninggal terbanyak kedua di dunia akibat Covid-19 setelah Amerika Serikat, yakni lebih dari 26.000 kasus, diikuti Spanyol, Perancis, dan Inggris masing-masing di atas 20.000 kasus kematian.
Pada Minggu (26/4/2020) kasus baru harian di Inggris mencapai titik terendah sejak 31 Maret. Sementara kasus harian di Italia dan Spanyol mencapai titik terendah selama April ini. Perancis melaporkan penurunan kasus baru harian lebih dari sepertiga dari sehari sebelumnya.
”Kita tidak bisa meneruskan lebih dari penutupan wilayah ini. Kita berisiko merusak struktur sosioekonomi negara yang terlalu besar,” kata Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte saat menyampaikan rencana mulai melonggarkan kebijakan penutupan wilayahnya.
Masker dan jaga jarak
Conte menyampaikan rencana untuk mengendurkan penutupan wilayah mulai 4 Mei 2020. Ketika nanti penutupan wilayah mulai dilonggarkan, orang-orang yang berada di tempat umum harus menggunakan masker dan tetap menjaga jarak sosial. ”Kalau kalian mencintai Italia, tetap jaga jarak dari orang lain,” katanya.
Di Spanyol, untuk pertama kali sejak menjalani penutupan wilayah pada pertengahan Maret lalu, anak-anak diperbolehkan bermain di luar rumah dengan tetap memakai masker dan sarung tangan. ”Kami main petak umpet, berlari. Kami menemukan kepik yang hilang,” kata Ricardo (6), yang berlari dengan adik perempuannya.
Baca juga : Pengetahuan tentang Korona Terus Bertambah
Sementara sejumlah tempat usaha di Swiss juga sudah mulai buka, misalnya penata rambut dan toko bunga. Sementara Selandia Baru melonggarkan penutupan wilayahnya Senin malam.
”Tidak ada transmisi komunitas yang tersebar luas dan tidak terdeteksi di Selandia Baru,” kata PM Jacinda Ardern. ”Kita telah memenangi pertempuran ini.”
Di Bangladesh, sebagian pabrik garmen mulai dibuka, tetapi tetap diwarnai protes penolakan. Pabrik garmen ditutup sejak akhir Maret. Kini sejumlah pemasok didesak peritel untuk memenuhi pesanan ekspor yang jumlahnya banyak.
”Kalau kami tidak mengoperasikan pabrik, akan terjadi krisis ekonomi,” kata Wakil Presiden Asosiasi Produsen dan Eksportir Pakaian Rajut Bangladesh Mohammad Hatem. Perusahaan miliknya mengoperasikan sebagian pabrik pembuat pakaian untuk Primark dari Inggris dan peritel lain.
Pabrik-pabrik berada di bawah tekanan pemilik untuk memenuhi tenggat ekspor. Mereka juga khawatir, jika tak dipenuhi, pesanan akan dialihkan ke Vietnam dan China. Jika pabrik beroperasi, pekerjanya berpotensi tertular Covid-19.
Baca juga : 1,25 Miliar Pekerja Terancam Kehilangan Pekerjaan, Krisis Terburuk sejak PD II
Eropa dan ASEAN
Uni Eropa terus mendukung negara-negara mitra di dunia. UE akan menyalurkan bantuan 350 juta euro (sekitar Rp 6,33 triliun) untuk memerangi Covid-19 dan mengurangi dampaknya di wilayah ASEAN.
Bantuan akan diberikan secara bilateral dan regional untuk mendukung upaya mengatasi krisis kesehatan saat ini, memperkuat sistem kesehatan, serta mengurangi dampak ekonomi dan sosial.
Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN Igor Driesmans mengatakan, dalam masa-masa sulit, ASEAN dapat mengandalkan UE. Kedua blok terikat solidaritas, kemitraan, dan persahabatan selama 42 tahun.
”Kami akan mendukung langkah-langkah konkret ASEAN untuk mengatasi dampak terhadap kesehatan, sosial, dan ekonomi kawasan ini. Kita hanya dapat mengatasi pandemi virus korona ini melalui kerja sama, solidaritas, dan koordinasi secara global,” kata Driesmans. (AFP/AP/CAL)