Vaksin Covid-19 Semakin Dekat, 100 Kelompok Penelitian Terlibat
Dua perusahaan Amerika Serikat mulai mengembangkan vaksin Covid-19 sebelum China mengisolasi Wuhan. Vaksin dikembangkan AS berdasarkan contoh virus yang didapat dari China pada pekan kedua Januari 2020.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
LONDON, SENIN — Banyaknya penelitian kini membuka peluang yang semakin dekat untuk menemukan vaksin Covid-19. Ketersediaan vaksin menjadi faktor penting bagi pemulihan kondisi global.
Saat ini lebih dari 100 kelompok penelitian di dunia terus berupaya mengembangkan vaksin Covid-19, tetapi mayoritas masih dalam tahap awal. Sebanyak 8-11 calon vaksin sudah mulai diuji secara klinis pada manusia. Semakin banyak penelitian akan semakin cepat membuka peluang menemukan vaksin yang tepat untuk memberantas Covid-19.
”Kami tidak benar-benar dalam kompetisi bersaing satu sama lain. Kami berlomba melawan virus korona baru yang menyebar begitu cepat dan perlu melakukan penelitian sebanyak-banyaknya,” kata Andrew Pollard dari tim Universitas Oxford, Inggris. Ia menyampaikan hal itu terkait pengembangan vaksin Covid-19 yang melibatkan lebih dari 100 kelompok penelitian di dunia, sebagaimana dilaporkan Associated Press, Senin (4/5/2020).
Sebagian calon vaksin Covid-19 dikembangkan perusahaan Amerika Serikat sejak Januari 2020. Calon vaksin mRNA-1273 dari Moderna, AS, bahkan sudah dikembangkan sejak 13 Januari 2020 atau dua hari setelah perusahaan AS itu mendapat sampel virus dari Wuhan, China.
Dengan kata lain, vaksin mulai dikembangkan tepat 10 hari sebelum China mengisolasi total Wuhan, kota di mana Covid-19 pertama dikonfirmasi sekaligus tempat pertama pandemi itu.
Calon vaksin atau obat biasanya diuji beberapa kali pada tahap klinis sebelum disetujui untuk diedarkan secara massal. Presiden AS Donald Trump menyatakan, vaksin Covid-19 akan tersedia pada akhir 2020.
”Saya sangat yakin kita akan punya vaksin pada akhir tahun,” ujarnya, Minggu (3/5/2020) malam waktu Washington DC, AS, atau kemarin pagi WIB.
Penasihat ilmiah Gedung Putih, Anthony Fauci, mengatakan, ”Kita membutuhkan lebih banyak penelitian untuk meningkatkan peluang mendapat vaksin yang aman dan efektif.”
Uji klinis di AS untuk mengetahui efek samping calon vaksin telah dilakukan awal Maret. Setelah itu, uji klinis yang berbeda dilakukan di China dan beberapa negara Eropa, seperti Inggris, Jerman, Perancis, dan Swedia.
Sejumlah perusahaan China juga mengembangkan vaksin Covid-19. SinoVac, produsen vaksin flu burung dan flu babi, misalnya, sudah memulai uji klinis untuk vaksin Covid-19 bernama Coronavac, tetapi belum tahu kapan siap dipasarkan.
Upaya pengembangan vaksin juga dilakukan Universitas Oxford bersama sejumlah pihak. AstraZeneca, perusahaan patungan Inggris dan Swedia, juga terlibat proyek ini. Setelah calon vaksin lolos uji yang digelar Universitas Oxford, AstraZeneca akan memproduksinya.
Faktor penting
Ketersediaan vaksin dan obat menjadi faktor penting untuk memulihkan kondisi global. Dalam jajak pendapat oleh Reuters yang diungkap pekan lalu, 55 persen warga AS menolak keluar rumah atau membatasi kegiatan di luar rumah selama vaksin belum ditemukan.
Secara global kini ada 3,58 juta kasus infeksi dengan hampir 250.000 kematian akibat pandemi Covid-19. Kekhawatiran warga AS, antara lain, dipicu fakta bahwa negara itu hingga kemarin mencatat 1,18 juta kasus infeksi dan 68.602 kematian akibat Covid-19 atau tertinggi dibandingkan dengan negara lain. Fakta itu menjadi salah satu pendorong Trump terus mendesak perusahaan segera menyediakan vaksin dan obat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengingatkan, vaksin penting untuk menjamin kesehatan penduduk dunia. Namun, vaksin mungkin baru akan tersedia paling cepat pada akhir 2021. Hal itu didasarkan pada kebutuhan waktu untuk pengujian, pengesahan, hingga produksi. Kehati-hatian (bahkan dalam situasi mendesak di tengah pandemi ini) penting dalam pengembangan vaksin dan obat Covid-19.
Negara-negara yang terlibat penelitian tersebut, termasuk di blok Uni Eropa, mengucurkan dana miliaran dollar AS untuk pengembangan vaksin. Inggris, misalnya, mengucurkan 24,7 juta dollar AS untuk Universitas Oxford.
Singapura
Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Nayar, Senin (4/5/2020), mengatakan, negaranya akan mulai melonggarkan pembatasan sosial pada awal Juni 2020 setelah kasus transmisi lokal di negara itu menurun dan situasi global menunjukkan perbaikan.
Meski demikian, kata Nayar, Pemerintah Singapura akan sangat berhati-hati dalam melonggarkan kegiatan di tempat umum, dimulai dari fungsi-fungsi yang dibutuhkan segera oleh masyarakat, termasuk tempat potong rambut.
Pelonggaran itu akan diikuti dengan mengkaji dampak pelonggaran untuk mencegah naiknya lagi kasus infeksi virus Covid-19. Kesehatan masyarakat tetap akan menjadi prioritas pemerintah.
Menurut Nayar, Singapura akan tetap berhati-hati untuk membuka kembali lalu lintas orang dengan negara tetangga, terutama turisme. Singapura menginginkan adanya aturan kesehatan yang sama antara Singapura dan negara-negara tetangga mengenai penanganan Covid-19.
Singapura tetap akan meminta warganya menjaga kehati-hatian dalam kontak fisik dan sosial meskipun telah dilakukan pelonggaran. Hal ini untuk mencegah naiknya kembali kasus baru infeksi Covid-19. Apalagi, vaksin sebagai pencegahan infeksi baru masih membutuhkan waktu setidaknya satu tahun untuk dapat digunakan luas kalaupun sekarang ditemukan. (NMP/AP/AFP/REUTERS)