Tanpa Masker dan Sarung Tangan, Penjual Makanan Tetap Laris
Pembatasan sosial berskala besar di Jakarta belum usai. Akan tetapi, sejumlah penjual makanan beraktivitas tanpa mengikuti aturan seperti mengabaikan pemakaian masker atau sarung tangan saat meracik makanan.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
Di saat masyarakat mulai membiasakan diri dengan protokol pencegahan Covid-19, masih banyak penjual makanan yang mengabaikan risiko penularannya. Mereka bahkan tidak khawatir kehilangan para pelanggan saat dicap tidak higienis.
Senin (1/6/2020) siang, Fadilan (45), penjual ketoprak di Jalan KH Taisir, Kemanggisan, Jakarta Barat, sudah melayani 15 pembeli. Saat itu, lapaknya baru buka sekitar tiga jam. Dalam beberapa hari terakhir, ia mengaku bisa menjual 60 porsi ketoprak per hari.
Anehnya, ketoprak buatan Fadilan itu tetap saja laku meski ia tidak pernah mengenakan masker saat meracik ketoprak. Ia juga tidak mengenakan sarung tangan saat mengambil bahan-bahan baku yang tidak dimasak, seperti ketupat, bihun, taoge, dan kerupuk.
Fadilan mengaku kerap ditegur para pembelinya karena tidak memakai masker. Pembeli yang menegurnya tersebut tak jarang kembali lagi untuk membeli ketopraknya di lain waktu. Hal itu membuatnya tak pernah takut kehilangan pelanggan.
Ada sih masker, tetapi rasanya pengap kalau dipakai. Jadi, kadang dipakai, kadang tidak. (Fadilan)
Hal yang sama juga dilakukan Eep (32), penjual gado-gado di Jalan Rawa Belong, Palmerah, Jakarta Barat. Selain tidak memakai masker, ia juga tidak mengenakan sarung tangan saat mengambil bermacam-macam sayuran sebelum dicampurkan dengan bumbu kacang.
Ia beralasan, saat itu tidak memakai masker karena baru membuka lapak dagangan. Jika pembeli ramai, ia mengaku selalu memakai masker. ”Biasanya pakai. Ini karena belum ramai aja. Baru buka juga ini. Sayurnya juga kami tutup (kain),” katanya.
Fadilan dan Eep membuktikan bahwa masih banyak pelaku usaha yang belum siap menghadapi era kenormalan baru yang sedang dipertimbangkan pemerintah. Di saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masih diberlakukan secara ketat, mereka masih melanggar protokol kesehatan.
Terlebih lagi sebagian bahan baku yang Fadilan dan Eep gunakan tanpa dimasak terlebih dahulu sehingga kebersihannya patut dijaga.
Saat ditanya mengenai kesiapan menuju kenormalan baru itu, Eep mengaku siap. Ia bersedia menjalankan protokol pencegahan penularan Covid-19. Hanya saja, ia mengaku sulit jika harus mengatur jarak para pembeli yang datang.
”Selama ini, kan, pembeli juga cuma bungkus. Kalau jaga jarak, kesadaran pembelinya saja karena tempatnya sempit,” katanya.
Cantumkan pengumuman
Di Warung Tegal (Warteg) Bahari, Jalan Anggrek Cendrawasih Raya, Kemanggisan, Jakarta Barat, tercantum pengumuman bahwa pembeli di dalam warung dibatasi maksimal lima orang. Pembeli juga tidak diperkenankan makan di tempat.
Namun, pantauan pada Minggu siang, pembeli yang berada di dalam warteg tersebut melebihi lima orang. Empat orang sedang menyantap makanan di tempat, sedangkan tiga orang lainnya tengah mengantre. Dua karyawan warteg itu tidak memakai masker dan sarung tangan saat melayani pembeli.
Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengatakan, para pemilik warteg siap menjalankan protokol pencegahan Covid-19 seperti memakai masker dan membatasi jarak fisik. Hanya saja, protokol untuk menghadapi kenormalan baru mesti disosialisasikan secara lebih jelas.
”Untuk kesiapan, jelas belum siap. Perlu ada sosialisasi dan petunjuk teknis dari pemerintah. Insya Allah pemilik warteg akan mengikuti aturan yang jelas dan mudah diikuti,” katanya.
Menurut Mukroni, untuk menjalankan protokol pencegahan Covid-19, para pemilik warteg masih membutuhkan waktu dan biaya. Ia menganggap aturan seperti membersihkan area dengan disinfektan secara berkala cukup memberatkan para pemilik warteg.
”Kalau beban itu ditanggung usaha kecil seperti warteg, cukup memberatkan. Apa yang pemerintah bisa lakukan untuk menolong kami?” ucapnya.
Untuk kesiapan, jelas belum siap. Perlu ada sosialisasi dan petunjuk teknis dari pemerintah. Insya Allah pemilik warteg akan mengikuti aturan yang jelas dan mudah diikuti. (Mukroni)
Berdasarkan pantauan, tidak sedikit pula rumah makan yang telah menerapkan protokol pencegahan Covid-19. Mereka tetap diburu pembeli meski tidak menyediakan sarana makan di tempat. Para pembeli hanya diperbolehkan membungkus dan disediakan tempat duduk berjarak.
Di Rumah Makan Padang Toboh Permai, Jalan Rawa Belong II, Palmerah, Jakarta Barat, para pembeli diwajibkan mengantre di luar rumah makan. Pada Senin siang, pembeli mengantre secara berjajar hingga ke tepi jalan raya.
Protokol pemerintah
Pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK 02.01/MENKES/335/2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 di Tempat Kerja Sektor Jasa dan Perdagangan (Area Publik) dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha. Di dalammya, pelaku usaha diimbau menjaga kebersihan karyawan dan benda-benda di area publik setidaknya setiap empat jam sekali.
Selain itu, pelaku usaha juga diminta menyediakan fasilitas cuci tangan, mengecek suhu badan pengunjung, mewajibkan karyawan dan pengunjung menggunakan masker, hingga memberlakukan pembatasan fisik minimal 1 meter. Untuk meminimalkan kontak fisik, pelaku usaha didorong untuk menyediakan metode pembayaran non-tunai.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah mengeluarkan Pedoman Produksi dan Distribusi Pangan Olahan pada Masa Status Darurat Kesehatan Covid-19 di Indonesia. Selain menjaga kebersihan diri dan benda yang sering disentuh, penjual makanan siap saji diminta menghindari display pangan secara terbuka.
Selain itu, alternatif yang bisa dilakukan untuk mengurangi kontak fisik adalah mendorong pembeli menulis daftar pesanan dan menyiapkan wadah sendiri. Cara lainnya adalah menyediakan layanan pesan antar.
”Badan POM mengimbau pelaku usaha untuk memberikan edukasi dan fasilitasi bagi karyawannya agar dapat menerapkan pedoman tersebut. Diharapkan keamanan, mutu, dan gizi pangan dapat terjamin,” kata Kepala Badan POM Penny K Lukito dalam keterangan tertulisnya.