Kualitas Layanan KRL Setelah Pandemi Jadi Kewenangan Pengelola
Pemerintah Kota Bekasi menyerahkan sepenuhnya kualitas layanan KRL pascapandemi kepada pihak pengelola. Selasa (5/5/2020), sebanyak 300 pengguna KRL mengikuti tes usap tenggorokan untuk mendeteksi Covid-19.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, akan menjadikan hasil tes usap tenggorokan di Stasiun Bekasi sebagai pijakan untuk mengevaluasi pengoperasian kereta rel listrik. Kualitas angkutan publik kereta komuter selama masa pandemi Covid-19 juga dinilai membaik. Namun, peningkatan layanan transportasi berbasis rel setelah pandemi diserahkan sepenuhnya kepada pihak operator.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, Pemerintah Kota Bekasi pada Selasa (5/5/2020) mengelar tes masif menggunakan alat deteksi Covid-19 bermetode reaksi berantai polimerase (PCR) di delapan titik. Dari delapan titik itu, 300 PCR difokuskan kepada pengguna kereta rel listrik (KRL) di Stasiun Bekasi.
”Hasil tesnya akan keluar Rabu atau Kamis. Jadi, karena jumlahnya banyak, sebagian kami kirimkan ke Litbangkes,” ujar Rahmat, Selasa sore, di Kota Bekasi.
Selama empat hari terakhir, kasus positif Covid-19 di Kota Bekasi melandai. Pemerintah Kota Bekasi masih terus melacak penularan virus korona tipe baru penyebab Covid-19 di tengah-tengah masyarakat.
Tes masif PCR, selain dilaksanakan di Stasiun Bekasi, juga digelar di tujuh titik perbatasan antara Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor, DKI Jakarta, dan Kabupaten Bekasi. Rinciannya, 150 PCR di Bulak Kapal, Tomyang 115 PCR, Harapan Indah 50 PCR, Sumber Artha 150 PCR, Jatiwaringin Radar 100 PCR, Lubang Buaya 100 PCR, dan Bantargebang 50 PCR. Jika ditotal, ada 1.005 warga yang diberi kesempatan mengikuti tes deteksi Covid-19.
Adapun terkait hasil tes di Stasiun Bekasi, Rahmat menyebut, hasil tes itu akan menjadi pijakan Pemerintah Kota Bekasi untuk melihat risiko penularan Covid-19 di sarana tranportasi berbasis rel. Jika dari hasil itu ada pengguna KRL yang positif Covid-19, pemerintah daerah akan meminta pihak pengelola KRL dan kementerian pusat mengevaluasi operasionalisasi KRL.
”Jadi pertimbangan terutama melihat pergerakan orang. Kalau memang pergerakan orang masih tinggi, kami minta kereta api (PT KCI) untuk mengevaluasi lagi operasionalisasi KRL,” katanya.
KRL pascapandemi
Menurut Rahmat, pergerakan orang menggunakan KRL selama masa pandemi Covid-19 membaik sejak diterapkan kebijakan physical distancing. Kepadatan penumpang yang biasanya membeludak sebelum pandemi Covid-19 yang jamak terjadi pada pagi atau sore hari sudah tidak terlihat lagi.
Kenyamanan pengguna KRL ini diharapkan tetap dijaga selepas masa pandemi Covid-19. Namun, kebijakan mengurai kepadatan penumpang pascapandemi sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengelola KRL.
”Tinggal dari pengelola PT KCI atau PT KAI. Kalau melihat dari pergerakan sekarang ini bahwa kenyamanan orang karena tidak bergerombol, ya, kami serahkan saja (ke pengelola KRL),” ujarnya.
Tingkat pergerakan orang menggunakan KRL dari Bekasi Raya berdasarkan data Statistik Komuter Jabodetabek 2019 merupakan yang paling tinggi di Jabodetabek. Pergerakan orang dari Kota Bekasi ke Jakarta setiap hari pada 2019 mencapai 277.234 orang. Sementara pergerakan orang dari Kabupaten Bekasi sebanyak 133.701 orang per hari. Jadi, keseluruhan pergerakan orang dari Bekasi Raya ke Jakarta setiap hari mencapai 390.935 orang.
Salah satu pencinta KRL asal Bekasi, Pandu Aji Prakoso (22), mengatakan, setelah pandemi, dirinya tidak mempermasalahkan kondisi KRL yang berpotensi kembali membeludak. Sebab, sejauh ini tranportasi umum berbasis rel sudah menjadi andalan banyak orang.
”Setelah pandemi itu clear, KRL padat lagi enggak masalah selama para penumpang mengutamakan kesehatan dan kebersihan. Jadi, lebih baik dikembalikan seperti semula asal memperhatikan protokol kesehatan,” ucap lelaki asal Tambun, Kabupaten Bekasi, itu.