Praktik Prostitusi dan Perdagangan Orang di Masa PSBB DKI Jakarta
Dugaan praktik perdagangan orang berkedok prostitusi masih terjadi selama PSBB DKI Jakarta. Polisi kembali menetapkan lima orang tersangka yang nekat menjalankan bisnis haram itu selama PSBB.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Praktik prostitusi dan tindak pidana perdagangan orang kembali terjadi selama masa pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di DKI Jakarta. Dugaan perdagangan orang itu berlangsung di sejumlah kafe di wilayah Jakarta Utara yang semestinya ditutup selama PSBB Jakarta.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi mengatakan, praktik prostitusi dan dugaan perdagangan orang itu ditemukan di lima kafe yang masih beroperasi saat razia polisi pada Minggu (17/5/2020) dini hari, di Papanggo, Tanjung Priok. Polisi menangkap lima tersangka yang berperan sebagai pemilik kafe dan penyedia perempuan tunasusila.
"Lima pemilik kafe itu kami tetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana perdagangan orang. Peran mereka menyediakan tempat untuk perbuatan asusila. Kami juga menemukan catatan keuangan dan alat kontrasepsi," kata Budhi, Minggu sore, di Jakarta Utara.
Budhi menjelaskan, praktik prostitusi di beberapa kafe itu diduga termasuk tindakan perdagangan orang lantaran pemilik kafe berperan merekrut dan menampung para perempuan tunasusila itu. Setiap kali melayani pelanggan, pemilik kafe mendapatkan jatah Rp 50.000 dan sisanya Rp 250.000 masuk ke kantong perempuan tunasusila tersebut.
"Sistem perekrutan itu mereka diberikan utang dan utang itu dibayar dari jatah yang seharusnya diterima oleh perempuan-perempuan itu. Jadi, secara tegas kami mengatakan ini pelanggaran terhadap tindak pidana perdagangan orang," tutur Budhi.
Dari hasil investigasi polisi, para perempuan yang dikerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) itu sudah berusia dewasa. Namun, interaksi para PSK dengan dunia luar itu dibatasi oleh pemilik kafe karena mereka terjerat utang saat direkrut.
Atas dugaan tindak pidana perdagangan orang itu, lima pemilik kafe yang sudah ditetapkan sebagai tersangka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun. Mereka disangka melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Melanggar PSBB
Menurut Budhi, berdasarkan hasil operasi Polres Metro Jakarta Utara pada Minggu dini hari, total ada tujuh kafe yang masih beroperasi selama masa pembatasan sosial berskala besar. Polisi berhasil menjaring 106 orang yang terdiri dari pemilik kafe, pekerja seks komersial, dan para pengunjung.
"Dari 106 orang itu, lima orang kami tetapkan sebagai tersangka dugaan perdagangan orang. Dan 101 orang lainnya kami serahkan ke Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara lantaran mereka melanggar PSBB," ucapnya.
Wali Kota Jakarta Utara Sigit Wijatmoko menambahkan, 101 warga yang terjaring razia oleh polisi akan diberi sanksi kerja sosial berupa pembersihan failitas umum. Mereka dinilai melanggar Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta. Sanksi berupa kerja sosial itu sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 41 Tahun 2020 tentang Sanksi Pembatasan Sosial Berskala Besar.
"Harapannya dengan pemberian sanksi ini bisa menjadi catatan bagi warga agar disiplin. Setiap pelanggaran akan kami tegakkan agar masyarakat bisa segera bebas dari Covid-19," ucapnya.
Harapannya dengan pemberian sanksi ini bisa menjadi catatan bagi warga agar disiplin. Setiap pelanggaran akan kami tegakkan agar masyarakat bisa segera bebas dari Covid-19.
Adapun terkait praktik prostitusi dan beroperasinya sejumlah kafe selama PSBB, menurut Sigit, Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara sudah optimal dalam melakukan pemantauan dan pengawasan. Namun, masih ada pemilik kafe nakal, yang kucing-kucingan dengan petugas untuk membuka kegiatan usahanya.