Kepatuhan terhadap protokol Covid-19 merupakan kunci sukses menunju normal baru. Namun, di Kota Bekasi, sebagian warga perlahan mulai mengabaikan protokol Covid-19.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Kepatuhan terhadap protokol pencegahan Covid-19 kian diabaikan sebagian warga. Menjaga jarak fisik, memakai masker, hingga sebisa mungkin setiap saat mencuci tangan perlahan mulai dilupakan warga.
Di pintu keluar Stasiun Bekasi, Kota Bekasi, tepatnya Jalan Ir Juanda, ramai dengan kepadatan kendaraan yang hilir mudik. Suasana lalu lintas pada Rabu (24/6/2020) sore tersendat. Bunyi klakson kendaraan bermotor, teriakan sopir angkut, dan tukang ojek yang menawarkan jasa tumpangan menambah keriuhan di tempat itu.
Sebagian pengguna kereta rel listrik yang keluar dari Stasiun Bekasi bergegas menumpang angkutan umum atau ojek konvensional yang sudah menanti di tepi jalan. Kepadatan penumpang di dalam angkot jamak terjadi.
Susan Olivia (28), saat ditemui di sekitar Stasiun Bekasi, memilih menumpang angkot lantaran tarif moda transportasi itu lebih murah dibandingkan ojek konvensional. Perempuan yang bekerja di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat itu tak masalah untuk berdesakan di dalam angkotan kota lantaran ia selalu mengenakan masker.
”Saya biasanya cari angkot yang kosong. Tapi sama saja, kelamaan ngetem, penuh juga, kan,” ujar warga Bekasi Utara, itu.
Pemerintah Kota Bekasi sejauh ini belum mengizinkan ojek daring untuk mengangkut penumpang. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari larangan ojek daring mengangkut penumpang di wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi dari Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum mengizinkan ojek daring mengangkut penumpang lantaran daerah itu masih pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar Proporsional yang diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 38 Tahun 2020.
Larangan ojek daring mengangkut penumpang, tak membuat para pengojek daring kehabisan akal. Salah satunya, seperti yang dilakukan Rivan (40), warga asal Pondok Kranji, Kota Bekasi.
Lelaki itu sejak Pemerintah Kota Bekasi melarang ojek daring mengangkut penumpang, ia beralih menjadi pengojek konvensional. Kini, pengojek konvensional di sekitar Stasiun Bekasi pun menjamur dan memadati tepi Jalan Ir Juanda.
”Kalau hanya angkut barang, yang order paling satu dua orang tiap hari. Pemasukan enggak sampai Rp 20.000,” ujarnya.
Ketidakpatuhan warga terhadap protokol pencegahan Covid-19 juga terlihat di lapak-lapak pedagang kuliner. Di tanah lapang alun-alun Kota Bekasi, para pedagang menjajakan berbagai jenis kulinernya.
Pada saat mentari terbenam, pengunjung yang datang ke tempat itu terus bertambah. Mereka duduk berkelompok sembari menikmati kuliner beralaskan terpal atau tikar yang disiapkan pedagang.
Namun, dari pantauan pada Rabu (24/6/2020) pukul 18.00, sebagian pengunjung yang duduk mengobrol mengabaikan protokol kesehatan mulai dari menjaga jarak fisik hingga tak mengenakan masker.
Suharso (47), seorang pedagang nasi goreng di alun-alun Kota Bekasi mengaku kerumunan seperti itu sudah sering terjadi saat malam tiba. Pelanggan yang datang ke tempat itu pun biasanya berkelompok sehingga tak mungkin para pedagang meminta mereka menjaga jarak.
”Susah, enggak mungkin saya tegur, takutnya mereka enggak nyaman. Kalau saya pribadi, tergantung kesadaran mereka saja,” ujarnya.
Susah, enggak mungkin saya tegur, takutnya mereka enggak nyaman. Kalau saya pribadi, tergantung kesadaran mereka saja (untuk patuh protokol kesehatan).
Protokol jadi kebutuhan
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bekasi Tedi Hafni, saat dihubungi terpisah, mengatakan, adaptasi normal baru di Kota Bekasi disambut baik masyarakat serta memberikan harapan bagi pelaku usaha, terutama di bidang usaha hiburan kepariwisataan, untuk kembali berusaha. Mereka yang selama ini kehilangan pendapatan akibat pandemi Covid-19, usahanya perlahan kembali normal.
Pembukaan aktivitas usaha, terutama usaha hiburan kepariwisataan, termasuk restoran dan rumah makan, tak berarti membuat warga lengah dan mengabaikan protokol pencegahan Covid-19. Pemerintah Kota Bekasi sudah menyiapkan regulasi, rutin mengawasi, memberi arahan dan sanksi kepada pelaku usaha yang mengabaikan protokol pencegahan Covid-19.
”Dan yang lebih penting lagi, bagaimana masyarakat menjaga atau mengawasi diri sendiri. Perlu ada kesadaran bersama baik itu pelaku usaha, masyarakat, bersama pemerintah bahwa protokol kesehatan ini adalah kebutuhan,” kata Tedi.
Penerapan protokol kesehatan, kata Tedi, berjalan cukup baik di sektor-sektor formal, seperti pusat perbelanjaan dan restoran meski masih ada yang melanggar. Sementara di sektor informal, terutama pedagang kaki lima dan warung lesehan, sosialisasi masif akan melibatkan RT dan RW sebagai perangkat pemerintah yang lebih dekat dengan masyarakat.
”Sekarang sudah ada RW siaga, jadi kami akan berdayakan mereka mengingatkan kepada pengusaha dan masyarakat yang ada di wilayahnya untuk membantu sosialisasi protokol kesehatan. Jadi, tanggung jawab ini berjalan hingga pemerintah di tingkat bahwa dan diharapkan lebih efektif,” ujarnya.
Ia menjelaskan, sejak masa adaptasi normal baru, sektor usaha hiburan kepariwisataan yang mulai berjalan normal itu, antara lain usaha rumah makan dan restoran. Aktivitas usaha perhotelan juga sudah mulai berjalan.
”Selama PSBB itu, aktivitas usaha perhotelan hanya empat sampai 5 persen. Akan tetapi, sekarang sudah sampai 25 persen dan kami harapkan aktivitas perhotelan kembali menggeliat,” ujarnya.
Adaptasi normal baru pada masa pandemi Covid-19 menjadi keniscayaan. Pemerintah Kota Bekasi juga berjanji untuk menjalankan roda perekonomian tanpa mengabaikan aspek kesehatan dan sosial kemasyarakatan. Kepatuhan pada protokol kesehatan harus dipandang sebagai kebutuhan mutlak bagi semua pihak.