Nasi Bungkus dan Paket Data buat Mahasiswa Selama Pandemi
Penutupan wilayah di beberapa tempat selama pandemi Covid-19 menyulitkan mahasiswa yang tinggal di asrama dan indekos untuk mencari makan.
Pandemi Covid-19 membuat banyak hal berubah. Ekosistem yang tadinya mapan, seolah goyah karena virus kecil sehingga membuat beberapa faktor menjadi tidak berfungsi dengan baik. Termasuk berdampak pada ekosistem di kampus.
Buat para mahasiswa perantauan, keberadaan warung-warung makan sebagai tempat untuk makan dan berkumpul, sangat penting. Pandemi dengan mitigasi pembatasan wilayah membuat warung, bahkan jalan pun harus tutup. Kebijakan ini tidak hanya berdampak bagi penghasilan warung yang menurun, juga para mahasiswa yang bingung ke mana harus mencari makan.
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadja Mada, Yogyakarta, Rafli Ryan Maulana, bersama lima temannya yang tinggal mengontrak di daerah Kaliwaru, Condong Catur, Depok, Sleman, hanya makan dengan nasi dan potongan tempe setiap hari. Menu itu harus disantapnya karena banyak warung di sekitar rumah kontrakan mereka tutup. Akses jalan juga terbatas setelah masyarakat menerapkan pembatasan wilayah setempat.
Kalaupun membeli makanan secara daring, biaya yang diperlukan lebih tinggi lagi. Aulia Ramadhan, mahasiswa fakultas Hubungan Internasional UGM, berhitung, satu hari dapat menghabiskan hingga Rp 90.000 jika memesan makan tiga kali melalui aplikasi, padahal jika makan di warung dengan uang sebesar Rp 30.000 sudah cukup untuk makan pagi, siang dan malam. Masak sendiri sebenarnya lebih hemat, sayangnya, tidak semua rumah kos memiliki fasilitas untuk memasak. Lagi pula, akses ke tempat penjual bahan makanan sudah terbatas.
Selain makan sulit didapatkan, kuliah daring juga memerlukan biaya tambahan untuk membeli pulsa yang tidak sedikit. Kebutuhan pembelian pulsa sangat peting karena beberapa kampus memberlakukan perkuliahan dan tugas yang dilakukan secara daring. Lagi-lagi, tidak semua rumah kos memberikan fasilitas Wi-Fi gratis kepada anak kosnya. Sementara warung atau rumah makan agak besar yang biasa menjadi andalan untuk memperoleh Wi-Fi gratis walau mereka hanya jajan sepotong roti dan secangkir teh manis pun tutup sementara.
Kesulitan ini bukannya tidak terdengar oleh sivitas akademika di beberapa kampus. Dosen, alumni, karyawan kampus semua bahu-membahu untuk meringankan beban para mahasiswa di rantau ini.
Pindah ke asrama
Untuk membantu mahasiswa yang kesulitan makan, Universitas Padjadjaran (Unpad) memindahkan mahasiswa yang sebagian besar merupakan penerima beasiswa Bidikmisi. Menurut Kepala Kantor Komunikasi Publik Universitas Padjadjaran Dandi Supriadi, mahasiswa tidak bisa pulang karena bermacam alasan. Misalnya dilarang pulang orangtua selama pandemi atau tidak memiliki biaya.
Rektorat dan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan organisasi pencinta alam kampus kemudian mencari informasi kondisi mereka untuk memberi bantuan agar mahasiswa tetap dapat tercukupi kebutuhan dasarnya.
Di asrama masih ada 100 hingga 130 kamar kosong. Mereka untuk sementara kami minta masuk asrama sehingga mudah menyediakan kebutuhan makan-minum mereka
”Di asrama masih ada 100 hingga 130 kamar kosong. Mereka untuk sementara kami minta mereka masuk asrama sehingga mudah menyediakan kebutuhan makan-minum mereka,” kata Dandi.
Untuk memenuhi kebutuhan makan-minum, Unpad membuka dapur umum di kantin asrama yang dikelola pengurus asrama, dengan dibantu sukarelawan dari kalangan dosen dan mahasiswa. ”Setiap hari kami menyediakan 300 paket makanan bagi mahasiswa,” lanjutnya. Biaya kebutuhan dapur umum berasal dari Rektorat Unpad dan sumbangan para alumni Unpad.
Kesulitan serupa juga terjadi di Yogyakarta. Di Universitas Sanata Dharma, dalam kondisi normal ada lebih dari 1.500 mahasiswa hidup dalam keterbatasan. Sebanyak 250 mahasiswa tinggal di asrama kampus. Mereka berasal antara lain dari Kabupaten Mappi, Timika, Sorong, Nias, dan Mentawai. Mahasiswa lainnya tinggal tersebar tinggal di rumah kos atau rumah kontrakan di Yogyakarta. Para mahasiswa itu kuliah dengan bantuan beasiswa dari pemerintah daerah atau keuskupan. Untuk hidup sehari-hari, mahasiswa mengandalkan uang saku sebesar Rp 300.000–Rp 600.000 per bulan.
Pandemi Covid-19 membuat mereka semakin sulit karena biaya hidup melonjak hingga tiga kali lipat. Selain itu, banyak toko dan warung makan yang tutup membuat hidup mahasiswa semakin sulit. Mahasiswa juga kesulitan membeli paket data internet untuk mengikuti kuliah daring.
Untuk membantu meringankan beban tersebut, Wakil Rektor IV Universitas Sanata Dharma Ouda Teda Ena mengatakan, rektorat memberi bantuan logistik berupa makan tiga kali sehari untuk mahasiswa yang tinggal di dalam asrama, serta bantuan bahan pangan untuk 1.500 mahasiswa yang tinggal di rumah kos atau rumah kontrakan.
”Kalau mereka tinggal di asrama, bantuan lebih mudah didistribusikan karena kami sudah mengunci pintu asrama agar mereka tidak bepergian, dan bantuan makan tiga kali sehari disediakan kampus. Tetapi, untuk memberi bantuan mahasiswa yang tinggal di luar asrama sulit karena banyak warung tutup, akses jalan juga ditutup. Semula kami memberikan bantuan makanan matang, tetapi untuk menghindari kerumunan dan pergerakan mahasiswa yang tinggi akhirnya bantuan diberikan berupa bahan pangan untuk bertahan hidup selama dua pekan,” kata Ouda.
Di asrama, para mahasiswa tidak hanya berpangku tangan menantikan bantuan. Mereka juga ikut berpartisipasi melalui berbagai bentuk. Jadi tukang cuci piring seperti Ningsih Lado mahasiswa Unpad asal Flores, membantu memasak seperti Asep Supriyatna juga mahasiswa Unpad dari Tangerang Selatan. Atau sekadar membuat kue dan dibagikan kepada teman-teman, seperti Maria Septiani mahasiswa USD asal Ketapang, Kalimantan Barat. Pendek kata, mereka mengambil peran.
Semua ambil bagian
Keterlibatan rektorat, alumni dan komunitas lain di kampus untuk membantu mahasiswa yang kesulitan akibat pandemi juga terlihat nyata di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan. Social Trust Fund UIN (STF UIN) memberikan bantuan berupa makanan siap saji. Setiap hari ada 350 paket makanan untuk satu kali makan bagi 1.066 mahasiswa. Sebelum permintaan bantuan dari mahasiswa perantau melonjak jumlahnya, STF sanggup memberikan paket makanan dua kali sehari.
Baca juga: Selama Pandemi Covid-19, 1.000 Lebih Mahasiswa UIN jakarta Perlu Bantuan Pangan
Ketua STF UIN Amelia Fauzia mengatakan, dana STF yang dihimpun dari para dosen itu semakin menipis. Dana yang tersedia untuk program pemberian bantuan makanan tahap kedua ini hanya mencukupi hingga Jumat (10/4/2020).
Selain STF, Forum Mahasiswa Madura (Formad) wilayah Ciputat juga mendata mahasiswa di kampus UIN, Universitas Pamulang, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Universitas Ahmad Dahlan yang membutuhkan bantuan makanan. Mereka menemukan ada 142 mahasiswa yang berasal dari Madura, Ende, Ambon, Halmahera, Manokwari, Bondowoso, Lamongan, dan lain-lain. ”Itu data yang bisa kami himpun saat ini, mungkin jumlahnya lebih banyak lagi,” kata Melki.
Mereka butuh bantuan karena sebagian besar tidak lagi dapat uang kiriman dari orangtua di kampung.
Formad berupaya menghimpun bantuan kebutuhan pokok untuk mahasiswa. ”Mereka butuh bantuan karena sebagian besar tidak lagi dapat uang kiriman dari orangtua di kampung. Kalaupun ada kiriman jumlahnya jauh kecil daripada biasanya,” kata Melki, alumni UIN Jakarta dan Formad.
Tidak cuma makan
Kebutuhan para mahasiswa di rantau itu tidak hanya terbatas pada makanan. Pandemi membuat perkuliahan dilakukan secara daring. Kemajuan teknologi digital memang dapat mendekatkan para dosen dengan para mahasiswa. Ruang kuliah di kampus dapat digeser hingga ke kamar asrama atau kamar kos. Kelas-kelas virtual mendekatkan yang jauh.
Konsekuensinya, tentu dibutuhkan biaya tambahan untuk membeli paket data atau internet. Padahal, bagi sebagian mahasiswa untuk membeli makan pun sudah sulit. Baik secara teknis maupun secara keuangan.
Rektorat juga menangkap kesulitan ini. Untuk membantu mahasiswa, Unpad memberikan bantuan uang pembelian paket internet kepada mahasiswa dari kalangan kurang mampu terutama penerima beasiswa Bidikmisi. Dandi Supriadi, menyatakan, Unpad sudah menyalurkan bantuan pembelian paket internet kepada 2.766 mahasiswa.
”Sebenarnya untuk mahasiswa yang tinggal di asrama, akses internet tetap tersedia, tetapi sebagian besar di antara mereka memilih pulang kampung sehingga tak lagi memiliki akses internet untuk mengikuti kuliah secara daring. Ada juga mahasiswa penerima Bidikmisi yang tinggal di luar asrama dan tetap di Jatinangor, tetapi mereka tidak bisa masuk area kampus sehingga tak memiliki akses internet. Mereka kami bantu,’’ kata Dandi.
Besar bantuan uang sebesar Rp 100.000 untuk pembelian paket internet selama sebulan. Unpad akan melihat perkembangan situasi. Jika penutupan kampus masih berlangsung sampai lebih dari satu bulan, bisa jadi bantuan pembelian paket internet itu akan ditambah demi membuat agar para mahasiswa tetap dapat berkuliah.
Pada masa yang serba terbatas, Rektor Universitas Negeri Padang Ganefri juga mengimbau kepada para dosen agar tidak terlalu membebani mahasiswa dengan terlalu banyak pekerjaan dan tugas, tetapi tetap memperhatikan target standar kompetensi minimal yang harus dikuasai mahasiswa. Tujuannya, agar lulusan UNP tetap memiliki kualitas yang baik walaupun di masa yang sulit seperti ini.
Terkait bantuan untuk mahasiswa, selain memberi bahan makanan pokok kepada mahasiswa yang memerlukan, kata Ganefri, kampus juga memberikan kemudahan akses internet kepada mahasiswa dalam proses belajar daring yang diperpanjang hingga akhir semester. Ganefri melanjutkan, bagi mahasiswa dalam penyusunan skripsi yang kesulitan dalam proses pengumpulan data, juga diberi kemudahan. Skripsi boleh diganti dengan kajian jurnal ilmiah ataupun penulisan artikel ilmiah.
Situasi yang tidak menentu ini membuat suasana hati pun menjadi tidak menentu. Memikirkan kuliah, memikirkan keluarga di rumah, memikirkan perkembangan wabah, terkadang membuat pikiran menjadi resah. Rektorat UGM pun memberikan pelayanan pendampingan psikologis bagi mahasiswa yang memerlukannya, seperti yang dituturkan Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani. Tentu saja, UGM juga memberikan bantuan logistik dan pulsa seperti yang dilakukan kampus lain.
Sejatinya, kita adalah kelompok masyarakat yang sangat peduli terhadap sesama dan ringan tangan untuk membantu kesulitan orang lain. Sekadar membelikan nasi bungkus berlauk telur dadar dan berkuah sayur bening, sudah sangat berarti bagi para mahasiswa di rantau ini.
Rasa bersyukur ini diungkapkan Rafli pada cuitannya di Twitter@disinfectionist ”Setelah kurang lebih satu minggu makan susah, akhirnya ada yang dengerin suara perut anak-anak kontrakan. Terima kasih @UGMYogyakarta, teman-teman Gelanggang, dan semua orang yang membantu meskipun berada di tengah krisis seperti ini. May the Odds always be with youuuu!” tulisnya. (TRI/BSW/ELN/JOL/DNA)