Cegah Ricuh Demonstrasi di Yogyakarta Jadi Konflik Horizontal
Kericuhan yang terjadi saat demonstrasi menolak RUU Cipta Kerja di Yogyakarta, Kamis (8/10/2020), jangan sampai berkembang menjadi konflik horizontal. Potensi konflik horizontal di antara kelompok warga perlu dicegah.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kericuhan saat demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Yogyakarta, Kamis (8/10/2020), diharapkan tidak berkembang menjadi konflik horizontal. Potensi konflik horizontal itu mesti diwaspadai karena setelah aksi unjuk rasa Kamis kemarin sempat terjadi gesekan antara peserta unjuk rasa dgan warga di Yogyakarta.
Harapan itu disampaikan oleh perwakilan organisasi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) seusai bertemu dengan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X, Jumat (9/10/2020) sore, di Yogyakarta. Dalam pertemuan itu, hadir Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar NU Maksum Machfoedz.
Selain itu, hadir pula sejumlah akademisi di Yogyakarta, seperti Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto serta dosen FH UGM, Zainal Arifin Mochtar. Pertemuan tersebut berlangsung tertutup di ruang kerja Sultan HB X di kompleks kantor Gubernur DIY, Kota Yogyakarta.
Busyro mengatakan, dalam pertemuan tersebut, perwakilan Muhammadiyah, NU, dan akademisi berdiskusi dengan Sultan HB X mengenai kondisi terkini di Yogyakarta. Salah satu yang didiskusikan terkait kericuhan saat unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja di Gedung DPRD DIY, Kamis kemarin.
Busyro menyatakan, kericuhan saat aksi demonstrasi di Yogyakarta itu tidak bisa dilepaskan dari persoalan di level nasional, yakni kesepakatan pemerintah dan DPR untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja. Padahal, substansi RUU yang disusun dengan mekanisme omnibus law atau sapu jagat itu banyak mendapat penolakan dari masyarakat. Selain itu, proses penyusunan RUU itu juga dinilai bermasalah.
”Situasi terakhir di Yogyakarta kemarin itu tidak pernah bisa dilepaskan dari pemantiknya di level nasional. Pemantiknya itu apa lagi kalau bukan omnibus law yang kami nilai prosesnya tidak demokratis. Tidak ada partisipasi publik dalam perumusan RUU ini,” ujar Busyro.
Kericuhan saat demonstrasi di Yogyakarta tak bisa dilepaskan dari persoalan di level nasional, yakni kesepakatan pemerintah dan DPR untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja. (Busyro Muqoddas)
Busyro menambahkan, dalam pertemuan itu, pihaknya juga meminta Sultan HB X untuk mendesak kepolisian agar menindak tegas kelompok tertentu yang ingin menunggangi aksi demonstrasi menolak RUU Cipta Kerja. Tindakan tegas dibutuhkan karena upaya-upaya menunggangi aksi demonstrasi itu dikhawatirkan bisa mengarah pada konflik horizontal di antara kelompok masyarakat.
”Kami memohon Bapak Gubernur bisa mengondisikan kepolisian di Yogyakarta. Kalau ada kelompok-kelompok tertentu yang ingin menumpangi gerakan demonstrasi, jangan sampai seakan-akan dibiarkan. Pembiaran itu kan bisa mengarah pada konflik horizontal. Itu yang kami prihatin dan tidak menghendaki,” ungkap Busyro.
Maksum Machfoedz menyatakan, upaya memperjuangkan sesuatu yang baik seharusnya dilakukan dengan cara-cara yang baik. Oleh karena itu, gerakan menolak RUU Cipta Kerja juga seharusnya menggunakan cara-cara baik. ”Untuk memperjuangkan suatu nilai yang baik, tidak bisa dilakukan dengan cara-cara yang tidak baik,” ujarnya.
Maksum juga mengingatkan, gerakan protes terhadap RUU Cipta Kerja tidak boleh mengakibatkan munculnya konflik horizontal. Oleh karena itu, dia meminta aparat kepolisian mengantisipasi potensi konflik horizontal. Apalagi, pada Kamis malam kemarin, terjadi pertikaian antara peserta unjuk rasa dan kelompok warga di Yogyakarta.
”Jangan sampai kritik itu kemudian terkonversi (berubah) menjadi konflik horizontal yang fenomenanya sudah terlihat seperti semalam itu. Ini harus diantisipasi aparat. Kita tidak menilai siapa yang salah, siapa yang benar, tetapi potensi itu harus diredam secara preventif sekuat tenaga,” kata Maksum.
Proses hukum
Dalam kesempatan sebelumnya, Sultan HB X meminta kepolisian memproses hukum para pelaku perusakan saat demonstrasi menolak RUU Cipta Kerja di Yogyakarta, Kamis kemarin. Sultan juga menyebut, aksi perusakan tersebut diduga sudah direncanakan sebelumnya oleh kelompok tertentu.
”Itu by design (disengaja) saya yakin. Kenapa saya mengatakan itu? Karena yang dari mahasiswa, pelajar, dan buruh sudah selesai (demonstrasi) di DPRD, tapi ada sekelompok orang yang tidak mau pergi. Kita enggak mengenal mereka siapa,” tutur Sultan HB X yang juga merupakan Raja Keraton Yogyakarta.
Sultan menuturkan, aksi perusakan tersebut sama sekali tidak mewakili aspirasi kelompok buruh terkait RUU Cipta Kerja. Dia menambahkan, pelaku perusakan tersebut harus diproses secara hukum agar mereka tidak mengulangi perbuatannya. Meski begitu, Sultan menolak menyebut secara jelas kelompok yang melakukan perusakan tersebut.
”Karena ini (perusakan) by design, bukan kepentingan buruh. Saya kira, saya tidak perlu mengatakan, Mas dan Mbak tahu kelompok itu. Mereka maunya main-main, semua dengan kekerasan di provinsi manapun itu dilakukan,” ungkap Sultan.
Terkait adanya warga Yogyakarta yang melawan pelaku perusakan, Sultan mengatakan, tindakan warga itu merupakan bentuk perlawanan terhadap orang-orang yang bertindak anarkistis. Oleh karena itu, Sultan memahami tindakan masyarakat yang melakukan perlawanan tersebut.
”Hanya dengan cara seperti itu, kita punya keberanian untuk melawan kepentingan-kepentingan yang anarki. Mereka (pelaku perusakan) bukan dari Yogyakarta, bukan penduduk Yogyakarta. Jadi, lawan mereka, tapi harus sepengetahuan aparat, tidak boleh bekerja sendiri,” ungkap Sultan.
Surat ke Presiden
Sementara itu, Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, pada Jumat ini, Sultan HB X selaku Gubernur DIY telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan aspirasi serikat buruh di DIY yang menolak RUU Cipta Kerja.
Dalam surat itu, Sultan juga menyampaikan permintaan serikat buruh di DIY agar penetapan upah minimum dilakukan dengan mengacu pada survei kebutuhan hidup layak. Permintaan lain dari serikat buruh yang juga disampaikan Sultan dalam surat itu adalah agar pemerintah memberikan bantuan sosial kepada seluruh buruh dan pekerja yang terdampak Covid-19.
Sultan HB X selaku Gubernur DIY telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan aspirasi serikat buruh di DIY yang menolak RUU Cipta Kerja.
”Surat kepada Presiden sudah ditandatangani beliau (Sultan HB X) tadi pagi. Setelah ditandatangani, suratnya langsung kami kirimkan kepada Presiden. Ini merupakan respons atas permintaan dari perwakilan serikat pekerja,” ujar Kadarmanta.
Pengiriman surat itu merupakan tindak lanjut atas pertemuan Sultan HB X dengan perwakilan serikat buruh di DIY pada Kamis kemarin. Dalam pertemuan itu, Sultan berjanji akan meneruskan aspirasi dan permintaan para buruh kepada Presiden Joko Widodo.