Pemerintah diminta tidak melonggarkan PSBB mengingat data penambahan kasus positif Covid-19 belum stabil melandai dan masih fluktuatif. Selain itu, tes PCR yang dilakukan belum sesuai target 10.000 per hari.
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani meminta pemerintah berhati-hati melonggarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar. Data dan angka perkembangan pasien positif Covid-19 yang masih fluktuatif dan minimnya tes massal diharapkan menjadi pertimbangan pemerintah sebelum mengambil kebijakan pelonggaran.
Dalam keterangan resminya yang diterima Kompas, Senin (11/5/2020), Puan mengatakan, pemerintah diharapkan menerapkan prinsip keberhatian sebelum memutuskan melonggarkan PSBB di sebuah daerah. Salah satu data yang harus diperhatikan ialah angka perkembangan pasien positif Covid-19 yang belum stabil melandai, melainkan masih fluktuatif apabila melihat data harian yang dikeluarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
”Selain itu, data lain menunjukkan bahwa kapasitas harian tes dengan PCR (polymerase chain reaction) masih belum mencapai target yang ditetapkan Presiden, yaitu masih 5.000 spesimen per hari atau masih separuh dari target 10.000 spesimen per hari,” katanya.
Salah satu data yang harus diperhatikan ialah angka perkembangan pasien positif Covid-19 yang belum stabil melandai, melainkan masih fluktuatif apabila melihat data harian yang dikeluarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Menurut Puan, sangat penting agar keputusan melakukan relaksasi PSBB itu didasarkan pada data yang lengkap dan dianalisis secara cermat. Tujuannya ialah mencegah peningkatan kasus infeksi baru. Oleh karena itu, Puan menyarankan pemerintah melakukan simulasi relaksasi untuk melihat dampak yang ditimbulkan dari kebijakan itu.
”Ini bukan tentang memilih antara roda ekonomi dan roda kesehatan, melainkan mencari keseimbangan bagaimana kedua roda itu tetap bergerak seiring di tengah pandemi Covid-19,” katanya.
Puan mengatakan, apa pun kebijakan yang nantinya diputuskan, hal itu harus disosialisasikan ke masyarakat secara utuh dan pelaksanaan yang terkoordinasi sehingga tidak menimbulkan kebingungan di publik.
Hal senada juga dikemukakan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo. Pernyataan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, yang mengatakan laju kasus baru yang turun 11 persen, harus disikapi dengan berhati-hati. Pemerintah didorong agar tidak melonggarkan aturan PSBB meski terjadi penurunan angka kasus baru dalam sepekan terakhir. Salah satu syarat pelonggaran PSBB bisa dilakukan jika laju kasus baru di suatu daerah menurun dalam dua pekan berturut-turut atau jika wabah sudah bisa dikendalikan.
Pemerintah didorong agar tidak melonggarkan aturan PSBB meski terjadi penurunan angka kasus baru dalam sepekan terakhir.
Di sisi lain, Bambang juga mendorong pemerintah daerah agar mengusulkan pemberlakukan PSBB di daerah-daerah yang masih mengalami lonjakan kasus baru pasien terjangkit Covid-19 kepada Menteri Kesehatan. Salah satunya seperti Makassar, Sulawesi Selatan, yang menjadi salah satu wilayah dengan pertambahan harian kasus yang cukup besar.
Bambang juga mendorong pemerintah tidak terburu-buru menyampaikan kurva kasus Covid-19 melandai karena harus disertai data yang riil dan komprehensif.
”Mendorong pemerintah agar segera melakukan evaluasi terkait sistem pemeriksaan dan tes Covid-19. Berdasarkan laporan di sejumlah daerah, rata-rata jumlah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) yang meninggal mencapai jumlah tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan yang terkonfirmasi meninggal akibat positif terjangkit virus korona,” tuturnya.
Mendorong pemerintah agar segera melakukan evaluasi terkait sistem pemeriksaan dan tes Covid-19.
Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), M Nabil Haroen, mengatakan, pemerintah harus mengoreksi banyak hal terkait dengan strategi, kebijakan, ataupun eksekusi program dari kementerian masing-masing dalam penanganan Covid-19.
”Harus ada perbaikan, misalnya kita butuh lebih banyak tes. Jika dibandingkan dengan Vietnam, kita tertinggal sangat jauh. Vietnam mengklaim sukses mengendalikan penularan Covid-19. Negara ini memeriksa 2,2 orang per 1.000 penduduk dengan PCR, sedangkan Indonesia memeriksa 0,2 orang per 1.000 penduduk. Ini yang harus dikejar,” paparnya.
Selain itu, pemerintah harus memastikan transparansi data, yakni dengan membuka kurva yang berbasis data epidemiologis. ”Kalau data tidak terbuka, siapa pun enggak akan bisa memprediksi. Yang ada hanya pembiaran dan denial,” katanya.