Debat kedua dalam Pemilu Presiden 2019 yang hanya menghadirkan calon Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto, 17 Februari 2019, diperkirakan berlangsung lebih seru dibandingkan debat pertama. Akan ada segmen khusus, kedua kandidat betul-betul berdebat layaknya debat calon presiden di pemilu presiden Amerika Serikat. Selain itu, pertanyaan juga tidak lagi diberikan kepada kandidat sebelum debat digelar.
Debat pertama, 17 Januari 2019, dinilai masih jauh dari ekspektasi publik. Publik menilai jalannya debat terasa membosankan karena mayoritas pernyataan kedua kandidat bersifat normatif. Selain itu, kedua kandidat juga belum banyak menyampaikan program dan gagasannya.
Seperti diketahui, debat perdana itu terbagi ke dalam enam segmen. Dua dari enam segmen, paslon memang bisa saling mengajukan pertanyaan dan menanggapi. Namun, ruang waktu pertanyaan ataupun tanggapan calon masih terbatas. Satu menit calon bertanya, dua menit calon lain menanggapi, kemudian jawaban ditanggapi calon yang mengajukan pertanyaan selama satu menit, dan terakhir calon lain diberi kesempatan menanggapi lagi selama satu menit.
Menanggapi berbagai masukan dari publik, KPU memutuskan mengubah format debat kedua. Ini seperti disampaikan Ketua KPU Arief Budiman saat rapat persiapan penyelenggaraan debat kedua di Jakarta, Jumat (25/1/2019).
Perubahan antara lain dengan merancang satu segmen khusus bagi setiap calon untuk saling menjawab dan menanggapi pernyataan tanpa terpotong oleh durasi waktu. Jalannya debat di segmen ini nanti akan dipandu moderator agar perdebatan tidak keluar dari konteks dan substansi.
”Durasi total dari segmen khusus ini, misalnya 10 menit, kami akan serahkan penuh kepada moderator. Para calon presiden bisa saling menjawab dan menanggapi. Sepenuhnya kami tidak atur potongan durasi waktunya,” ujar Arief.
Menurut dia, perubahan ini dilakukan agar nuansa dan esensi debat kedua lebih terasa. Hanya saja, Arief menegaskan bahwa rancangan perubahan format tersebut masih dikaji dengan sejumlah pihak, termasuk media penyelenggara untuk mengatur waktu dan susunan acaranya.
Pada debat kedua nanti, KPU juga memutuskan tidak lagi memberikan kisi-kisi pertanyaan sebelum debat kepada masing-masing paslon seperti di debat pertama. Alasannya, agar jawaban yang terlontar dari kandidat lebih natural.
Sementara terkait panelis debat, KPU memilih panelis berlatar belakang akademisi dari sejumlah perguruan tinggi, antara lain Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Airlangga, Institut Teknologi Bandung, dan Institut Pertanian Bogor. KPU juga menunjuk panelis berlatar aktivis dari organisasi lingkungan dan lembaga swadaya masyarakat.
Selain itu, pada penayangan debat kedua, KPU bersama media penyelenggara juga akan menampilkan perjalanan dan interaksi kedua capres saat menuju lokasi debat. Hal ini, kata Arief, bertujuan sebagai pembuka debat. Selain itu, yang terpenting, untuk menunjukkan kepada publik bahwa sekalipun para kandidat sedang berkontestasi, tetapi tali persaudaraan tidak sampai putus.
Debat kedua akan mengangkat tema energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur.
Debat digelar di Hotel Fairmount, Jakarta, dan akan disiarkan langsung oleh empat stasiun televisi, yakni RCTI, Global TV, MNC TV, dan iNews TV.
Peserta debat kali ini hanya diikuti Joko Widodo dan Prabowo Subianto, tidak seperti debat pertama yang diikuti kedua pasang capres-cawapres. Sementara moderator debat dipandu jurnalis Anisha Dasuki dan Tommy Tjokro.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik FISIP UI Aditya Perdana mengapresiasi sikap KPU yang telah memperhatikan masukan dari publik untuk mengevaluasi format debat pertama. Terlebih KPU berencana membuat segmen khusus debat antarpaslon yang tidak lagi dibatasi oleh waktu.
Pada debat pertama, Aditya juga menyoroti mengenai pernyataan kedua paslon yang sifatnya masih normatif sehingga narasi yang disampaikan belum atraktif. Dia berharap, dengan diubahnya format debat, kedua paslon bisa lebih dalam menyampaikan visi, misi, dan programnya.
”Jalannya debat yang natural dan berbicara apa adanya tanpa ditutup-tutupi mungkin itu juga yang diinginkan publik. Namun, terkadang strategi yang diterapkan sebelum debat untuk menyampaikan poin pemecahan tidak diterapkan oleh kedua paslon saat debat berlangsung,” katanya.
Meski demikian, Aditya mengingatkan jalannya debat akan keluar dari koridor dan tema yang telah ditentukan jika durasi waktu terlalu panjang. Untuk mencegah hal itu terjadi, peran moderator sangat penting.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research Center (SMRC) sekaligus pengajar Ilmu Politik Universitas Paramadina, Djayadi Hanan, juga menilai vital peran moderator di segmen khusus debat yang direncanakan oleh KPU.
”Selama 10 menit kedua paslon akan saling menanggapi. Tantangannya bagi moderator itu memastikan agar seimbang karena kedua kandidat ingin menjawab dengan panjang. Moderator perlu menyiapkan pertanyaan tanggapan (follow up) yang seimbang dan mengembalikan debat sesuai konteks jika sudah keluar jalur,” ucapnya.
Selain itu, salah satu hal yang perlu diperhatikan agar debat tidak keluar jalur, yaitu dengan memastikan pertanyaan yang disampaikan oleh setiap kandidat kepada lawannya, bersifat konkret dan tidak normatif.
Pada prinsipnya, baik Arief, Aditya, Djayadi, maupun banyak orang lain di negeri ini berharap debat kedua betul-betul dapat memperlihatkan adu visi, misi, dan program kandidat. Dengan demikian, saat tiba waktu pemungutan suara, 17 April 2019, publik tidak lagi seperti membeli kucing dalam karung. Alhasil, demokrasi Indonesia akan semakin maju.