Terobosan dari Yogyakarta untuk Meningkatkan Jumlah Peserta JKN-KIS
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta membuat inovasi kebijakan dan terus menggalakkan sosialisasi pentingnya program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat kepada masyarakat.
Oleh
Nino Citra Anugrahanto
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta membuat inovasi kebijakan dan terus menggalakkan sosialisasi pentingnya program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat kepada masyarakat. Hal itu sebagai komitmen agar semua warganya mendapat perlindungan kesehatan.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Lana Unwanah, di kantornya, kompleks Balai Kota Yogyakarta, Senin (11/11/2019), mengatakan, ”Ini komitmen pimpinan di Pemerintah Kota Yogyakarta dan jajarannya. Kami mendukung agar mencapai target cakupan kesehatan semesta atau UHC (universal health coverage). Per 1 Januari 2019 tercapai UHC, tetapi memang belum sampai 100 persen.”
Menurut data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, awal November ini, UHC dari kota tersebut atas layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sudah mencapai 95,61 persen, atau peserta yang telah terdaftar di layanan itu sebanyak 395.769 orang dari total penduduk 413.961 orang.
Sebagian besar pesertanya merupakan penerima bantuan iuran (PBI), berbasis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ataupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Jumlah total peserta PBI APBN 96.716 orang atau 23,6 persen dari total peserta.
Sementara jumlah peserta PBI APBD mencapai 20,27 persen dari total peserta, atau 83.891 orang. Terbanyak kedua adalah pekerja penerima upah dengan jumlah peserta 121.771 orang, atau 29,42 persen dari total peserta.
”Ini ada kurang 4,39 persen lagi. Kami mengejarnya lewat sosialisasi yang dilakukan di berbagai tingkat, mulai dari kecamatan hingga kelurahan. Kami juga bekerja sama dengan OPD (organisasi pemerintah daerah) lainnya untuk meminta warga segera mendaftarkan dirinya,” kata Lana.
Ini ada kurang 4,39 persen lagi. Kami mengejarnya lewat sosialisasi yang dilakukan di berbagai tingkat.
Cara lain
Cara lain yang digunakan untuk menjangkau warga dengan layanan JKN-KIS itu melalui program Penduduk yang Didaftarkan Pemerintah Daerah (PDPD). Program itu dimulai tahun 2019. Program ini menggunakan dasar hukum Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 69 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah.
Lana menjelaskan, program ini bisa digunakan semua warga yang mempunyai kartu tanda penduduk Kota Yogyakarta. Dalam program itu, iuran dibayarkan oleh Pemkot Yogyakarta. Dana diambil lewat skema PBI APBD. Jadi, PBI APBD tidak hanya menyasar penduduk miskin, tetapi juga kalangan lainnya.
”Syaratnya, dia harus terdaftar di FKTP (fasilitas kesehatan tingkat pertama). Kepesertaannya juga harus melekat di salah satu puskesmas saja yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Sebab, anggarannya dari APBD,” kata Lana.
Selain itu, peserta dari program itu juga hanya didaftarkan untuk layanan kelas III di fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL). Peserta juga tidak diperbolehkan untuk naik kelas perawatan jika diharuskan rawat inap. Sebab, biaya yang dikeluarkan untuk iuran bersumber dari APBD.
Lana menambahkan, sasaran utamanya adalah para pekerja bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri. Apabila peserta program PDPD, suatu ketika mendapat pekerjaan dan fasilitas jaminan kesehatan yang dibayarkan kantornya, ia akan dikeluarkan dari program tersebut.
Tahun 2020, usulan anggaran untuk PBI APBD itu Rp 52 miliar. Peserta PDPD diprediksi datang dari pengalihan peserta mandiri JKN-KIS yang menunggak dan jumlah pertumbuhan penduduk semester II-2020.
Lana menyampaikan, dalam program ini, Pemkot Yogyakarta hanya membayar iuran mulai dari beralihnya peserta mandiri yang menunggak ke program PDPD. Diharapkan program ini menjadi stimulan mereka untuk melunasi tunggakan.
”Tunggakan yang sebelumnya masih menjadi tanggungan peserta yang bersangkutan ke BPJS Kesehatan. Bagaimana mekanismenya, mereka yang menyelesaikan langsung ke lembaga tersebut,” kata Lana.
Tunggakan
Persoalan tunggakan masih menjadi masalah utama penyelenggaraan JKN-KIS. Di Kota Yogyakarta, pada Oktober 2019, nilai tunggakan iuran Rp 9,2 miliar. Angka sebesar itu dari sekitar 16.000 peserta yang menunggak pembayaran iurannya.
Jumlah peserta yang menunggak paling banyak terdapat pada layanan kelas I, yaitu 5.646 orang, disusul layanan kelas III yang jumlah penunggaknya mencapai 4.479 orang. Sementara di layanan Kelas II terdapat 5.099 orang yang menunggak pembayaran iuran program tersebut.
”Diharapkan kesadaran bersama (untuk membayar iuran) itu terbangun. Memang, kita tidak berharap sakit. Semuanya ingin sehat. Tapi, penyakit itu akan selalu ada karena banyak faktor yang memengaruhinya. Intinya ini prinsip gotong royong. Kita bersama-sama harus punya kesadaran menyukseskan program ini,” ujar Lana.
Afriani (26), warga Ngampilan, merupakan salah satu penduduk yang belum mendaftar dalam layanan BPJS Kesehatan. Dulu, ia sempat terdaftar melalui tempat kerja orangtuanya. Tetapi, seiring bertambahnya usia, biaya iuran tidak bisa lagi ditanggung orangtuanya.
”Sempat mau bikin lagi, tetapi terkendala bank yang tak bisa autodebet. Waktu itu, saya mau daftar ke layanan kelas II. Sekarang belum sempat mau bikin lagi,” kata Afriani.
Afriani termasuk ke dalam golongan PBPU. Ia merupakan peneliti yang pekerjaannya berbasis proyek. Kondisi ini membuatnya harus mendaftar sebagai peserta mandiri. Secara garis besar, ia masih setuju dengan program BPJS Kesehatan karena menjadi layanan jaminan kesehatan yang paling dasar dan mudah dimengerti.
”Kenaikan biaya iuran ini masih wajar. Ini juga terjadi karena banyak peserta lain yang sembarangan membayar,” kata Afriani.
Sementara itu, Yu (38), warga Jetis, menyampaikan, pihaknya menggunakan layanan BPJS Kesehatan karena lebih terjangkau dibandingkan layanan lainnya. Hal terpenting baginya agar mendapat jaminan kesehatan apabila sewaktu-waktu sakit. Peningkatan biaya iuran yang terjadi juga bukan masalah baginya.
”Kalau buat meningkatkan fasilitas kesehatan, saya tidak masalah. Program ini benar-benar sangat bermanfaat. Lebih baik bayar iuran supaya ada yang cover jika suatu saat nanti mendadak sakit,” ujar Ayu.